By: Khoirul Taqwim
Al-Qur'an yang menjadi pemahaman umat Islam dari zaman Sahabat sampai saat ini, ternyata tak lepas terjadi pencampur-adukan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an dalam pemahamannya. Sehingga tak sedikit umat Islam yang menganggap sesuatu yang diajarkan oleh para pemuka agama seolah-olah Al-Qur'an, padahal hanya sebatas pemahaman Al-Qur'an yang berupa tafsir belaka. Maka dibutuhkan penjelasan secara tepat dalam membedakan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an.
Ketika menelaah perjalanan sejarah Al-Qur'an begitu dahsyat untuk diuraikan dalam kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam diseluruh belahan bumi. Mengingat Al-Qur'an merupakan sebuah wahyu yang tidak diragukan atas kebenarannya, tetapi didalam perkembangannya banyak tafsir tentang Ayat-ayat Al-Qur'an yang dianggap setara dengan keberadaan wahyu Al-Qur'an, padahal itu hanya sebuah tafsir yang dibuat manusia belaka, tentunya tak luput dari salah dan benar, tetapi tafsir tersebut dianggap sebuah kebenaran Al-Qur'an. Maka dibutuhkan sebuah gagasan mengembalikan Al-Qur'an, supaya umat Islam dapat membedakan antara tafsir Al-Qur'an dengan wahyu Al-Qur'an.
Keberadaan umat Islam dari zaman Sahabat sampai saat ini, tak sedikit yang mengkaji tentang wahyu Al-Qur'an, tetapi tidak sedikit pula yang tersesat atas tafsir Ayat-ayat Al-Qur'an, Bagaimana tidak tersesat? Mengingat Al-Qur'an merupakan sebuah wahyu yang datang dari Allah SWT yang diperuntukkan Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril, namun dalam perkembangan selanjutnya Al-Qur'an berubah menjadi pemahaman tafsir, dan celakanya umat Islam tidak mengetahui perbedaan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an. Sehingga menghasilkan pemahaman yang rancu ditengah-tengah kehidupan umat Islam.
Di saat tidak sedikit umat Islam dalam memahami Al-Qur'an, ternyata banyak yang tidak sadar, bahwa apa yang dipahami merupakan sebuah bentuk tafsir Al-Qur'an belaka, tetapi seolah-olah apa yang dipahami umat Islam dianggap sebuah bentuk wahyu Al-Qur'an, padahal Al-Qur'an adalah wahyu dari Allah SWT yang tidak perlu diragukan kebenarannya, sedangkan tafsir Al-Qur'an merupakan hasil cipta manusia, dan tentunya tak luput dari salah dan benar.
Kerancuan umat Islam dalam pemahaman mengenai Al-Qur'an, ternyata melahirkan sebuah tafsir yang dianggap seolah-olah Al-Qur'an, padahal hanya sebatas tafsir belaka, namun dianggap sebuah bentuk wahyu Al-Qur'an, kalau dipahami seperti ini, niscaya dapat mengakibatkan sebuah pemberhalaan terhadap tafsir Al-Qur'an, padahal kebenaran Hakiki ada didalam wahyu Al-Qur'an, dan bukan berada di tafsir Al-Qur'an. Mengingat tafsir Al-Qur'an buatan manusia, sedangkan wahyu Al-Qur'an firman Allah SWT yang tak perlu diragukan kebenarannya.
Sebenarnya kerancuan pemahaman umat Islam dalam memahami Al-Qur'an, tak lepas dari umat Islam itu sendiri yang memahami permasalahan keseharian yang Seolah-olah ada di dalam wahyu Al-Qur'an. Sehingga terjadi sebuah bentuk yang Seolah-olah antara keseharian umat Islam sama dengan wahyu Al-Qur'an, padahal dalam keseharian umat Islam dengan keberadaan wahyu Al-Qur'an terjadi perbedaan permasalahan, tetapi permasalahan keseharian umat Islam itu ditarik kesimpulan yang Seolah-olah sama dengan permasalahan yang ada di dalam Al-Qur'an, padahal berbeda bentuk permasalahan antara wahyu Al-Qur'an dengan konteks keseharian umat Islam tersebut.
Ketika umat Islam dalam memahami sebuah wahyu Al-Qur'an, ternyata tak sedikit yang terjebak dalam sebuah tafsir belaka. Sehingga memunculkan perbedaan pemahaman umat Islam antara yang satu dengan yang lainnya, kalau perbedaan pemahaman ini saling menghargai, niscaya akan menghasilkan sebuah kekayaan tafsir Al-Qur'an, tetapi kalau tidak terjadi saling tenggang rasa, niscaya akan terjadi perpecahan antar umat Islam tersebut.
Perpecahan umat Islam tak lepas dari perbedaan pemahaman Al-Qur'an. Sehingga memunculkan berbagai sekte dan para kelompoknya. Sedangkan para pemimpin sekte maupun para penganutnya, terus menerus berusaha mencari pembenaran diri, melalui pemahaman dari sebuah penggalan Ayat-ayat suci Al-Qur'an yang seolah-olah itu adalah Al-Qur'an, padahal itu hanya sebatas pemahaman tafsir menurut kelompok dan sekte Masing-masing dalam memahami Al-Qur'an.
Berangkat dari sinilah dapat diambil sebuah titik temu, bahwa umat Islam Al-Qur'annya sama, tetapi tafsir Al-Qur'annya yang membedakan. Sehingga dengan perbedaan tafsir inilah yang tak jarang menghasilkan konfliks antar umat Islam sejak zaman Sahabat sampai zaman saat ini.
Konfliks tafsir Al-Qur'an inilah yang mengakibatkan umat Islam terkotak-kotak dalam sekte yang menghasilkan fanatisme buta dalam kelompoknya Masing-masing sekte tersebut. Maka dibutuhkan sebuah pemahaman baru mengembalikan Al-Qur'an, supaya umat Islam dapat membedakan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an. Sebab kalau umat Islam berlarut-larut dalam konfliks tafsir AlQur'an, tentunya yang akan dirugikan umat Islam itu sendiri.
Jadi umat Islam sebenarnya sepakat, bahwasannya Al-Qur'an yang ada itu sama, tetapi tidak sepakat dalam pemahaman Al-Qur'an yang disebut dengan istilah: "tafsir", dan kerusakan umat Islam tak lepas dari mensakralkan tafsir Al-Qur'an yang seolah-olah sama seperti Al-Qur'an, padahal tafsir Al-Qur'an hanya sebatas buatan manusia belaka, dan tentunya kita tidak boleh menyamakan kedudukan tafsir Al-Qur'an dengan wahyu Al-Qur'an. Karena kalau kita menyamakan kedudukan keduanya, berarti sama dengan kita menuju bentuk kesesatan yang menyamakan hasil cipta manusia dengan firman Allah SWT.
Konsep mengembalikan Al-Qur'an ini merupakan sebuah bentuk resep, supaya umat Islam diseluruh dunia dapat membedakan antara Al-Qur'an dengan tafsir Al-Qur'an. Karena tak sedikit umat Islam yang terjebak apa yang disampaikan para pemuka agama yang Seolah-olah Al-Qur'an, padahal hanya sebatas tafsir Al-Qur'an. Sehingga tak sedikit pula yang mensakralkan tafsir Al-Qur'an yang seolah-olah kedudukannya sama dengan Al-Qur'an, padahal tafsir Al-Qur'an hanya sebatas daya pikir manusia belaka, dan tentunya bisa salah atau bisa benar. Sedangkan Al-Qur'an, adalah: kebenaran Hakiki yang tidak perlu diragukaan kebenarannya.
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS. Al-Baqarah [2]: 147).