Thursday, 16 February 2012

Membedah Isu Pembubaran FPI Dengan Kaca Mata Soekarno dan Gus Dur

 

Soekarno merupakan Bapak Proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia, dia juga termasuk penggali Nilai-nilai keberagaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga Soekarno layak sebagai suri tauladan anak bangsa dalam menyikapi berbagai permasalahan bangsa Indonesia saat ini.

Cara pandang paradigma pemikiran Soekarno dalam menggali sebuah perbedaan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, telah menghasilkan istilah yang kita kenal dengan falsafah "Bhinneka Tunggal Ika". Nah! falsafah inilah yang menjadi acuan segenap tumpah darah masyarakat bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Menyikapi sebuah keberagaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka istilah falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai wajah meretas segala perbedaan dengan cara arif dan bijaksana disaat menghadapi berbagai perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia.

Soekarno dimasa kepemimpinan beliau mampu mewujudkan persatuan sebuah bangsa dengan berbagai perbedaan, baik perbedaan suku, agama, dan golongan. Bahkan Soekarno mampu menghasilkan sebuah persatuan tiga idiologi besar dalam wadah bangsa Indonesia dengan istilah Nasakom, Nasionalis, Agamis dan Komunis. tetapi dalam kelanjutan kedepan Komunis dianggap tidak dapat hidup berdampingan dengan Agamis dan Nasionalis. Karena di anggap melakukan aksi kudeta terhadap idiologi bangsa Indonesia. Sehingga komunis ditiadakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Bhinneka Tunggal Ika" lahir dari proses menggali berbagai sebuah perbedaan menjadi satu kebersamaan melawan segala bentuk penyakit masyarakat, baik masalah korupsi, kolusi nepotisme, pencurian, perampokan, narkoba dan berbagai penyakit sosial lainnya. Sehingga falsafah " Bhinneka Tunggal Ika" sebagai acuan dalam mengemban tugas memberantas segala bentuk kedzaliman, baik yang dilakukan para pejabat negara, daerah dan berbagai elemen masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sedangkan Gus Dur kita kenal sebagai tokoh yang menjunjung tinggi tenggang rasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan Gus Dur berani menentang kemapanan di tengah carut marut kebangsaan dengan memberikan perlakuan khusus terhadap minoritas yang tertindas di kala itu. Sehingga keadilan disegala bidang harus segera tercipta sebagai pengejawantahan amanat Undang-undang 45, agar terjadi sebuah kesejahteraan disegala bidang kehidupan.

Sosok Soekarno dan Gus Dur merupakan suri tauladan anak bangsa dalam menyikapi sebuah perbedaan, agar terjadi paradigma dalam penyelesaian sebuah perbedaan secara santun, berani, tegas dan tanpa ragu dalam mengambil sikap. Inilah yang harus dicatat dalam jiwa masyarakat bangsa Indonesia, agar terjadi sebuah keseimbangan dalam menyelesaikan berbagai masalah kebangsaan.

Kebencian dan dendam hanya menambah daftar panjang konfliks tak berkesudahan, tetapi hukum harus tetap berjalan tanpa memandang status sosial. Sehingga tercipta sebuah keadilan dan menghasilkan harga diri yang bermartabat, baik ditingkat lokal, nasional maupun Internasional.

Berangkat dari gagasan Soekarno dan Gus Dur dalam menjunjung tinggi falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" dan Nilai-nilai kemanusiaan, sudah semestinya ormas dilindungi diseluruh NKRI tanpa terkecuali, tanpa melihat ormas dari suku, agama, dan golongan apapun, agar tercipta duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.

Gus Dur di masa kepemimpinan tidak ada niat sedikitpun membubarkan FPI. Bahkan Gus Dur menolak dengan tegas di saat ada usulan pembubaran kelompok Abu Bakar Ba' asyir yang di anggap sebagai teroris. Karena Gus Dur beranggapan, bahwa pembubaran Ormas bukan penyelesaian yang tepat, Karena boleh saja Ormas bubar di Indonesia, tetapi ajaran ormas yang di bubarkan tidak akan pernah padam dalam dada pengikut dan penganutnya.

Isu pembubaran FPI dengan melihat kaca mata paradigma Soekarno dan Gus Dur. Sudah jelas, bahwa beliau orang arif dan bijaksana dalam menyikapi segala bentuk perbedaan. Mengingat beliau tokoh besar dalam menjalankan falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" dan menjunjung tinggi Nilai-nilai kemanusiaan, saling menghargai, tenggang rasa dan menghormati sesama anak bangsa. Sehingga menghasilkan paradigma pemikiran, bahwa pembubaran FPI bukan jalan yang tepat, Bahkan sebagai bentuk pelanggaran dari falsafah "Bhinneka Tunggal IKa" itu sendiri. Berangkat dari situlah sudah sepatutnya kita mengambil pelajaran dari cara pandang beliau dalam menyikapi sebuah perbedaan. Dan Allah maha pemurah lagi maha penyayang.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
......... .....

"Badai FPI Menerpa Nusantara Indonesia".





FPI merupakan salah satu ormas yang gencar dalam pemberitaan, apalagi FPI tengah dilanda konfliks dengan petinggi Kalteng dan Konco-konconya. Sehingga tidak heran beberapa hari ini di berbagai media mengulas masalah FPI sebagai salah satu korban pengusiran di Kalimantan tengah. Bahkan di duga ada percobaan pembunuhan terhadap petinggi FPI. Karena pada saat pengusir disinyalir ada yang membawa senjata tajam, mandau dan berbagai senjata lainnya dalam melakukan aksi pengusiran.

Keberadaan FPI mulai diperhitungkan diberbagai kalangan masyarakat, pejabat, buruh dan berbagai kalangan lainnya. Mengingat basis massa FPI sudah mengakar dan kuat sebagai ormas yang getol melawan berbagai bentuk penyakit ditengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini, baik masalah miras, pencurian, perampokan, korupsi, Kolusi, narkoba dan berbagai bentuk penyakit masyarakat lainnya.

Gerakan FPI dalam melakukan berbagai aksi di anggap sebagian masyarakat sebagai bentuk negatif, sehingga menghasilkan sebuah kegelisahan bagi mereka yang tidak setuju dengan Cara-cara yang di tempuh dalam aksi FPI. Karena menganggap aksi FPI terlalu keras dan mengarah kasar dalam melakukan sebuah aksi menentang segala penyakit masyarakat

Aksi FPI di berbagai kota dan daerah tak lepas dari berbagai kondisi penyakit masyarakat yang semakin tajam mengarah kerusakan moral. Sehingga menghasilkan sebuah generasi yang mengidap penyakit masyarakat yang sulit di cari obatnya. Sehingga wajar kerusakan bangsa Indonesia di sebabkan faktor kerusakan moral. Inilah yang memicu korupsi, kolusi dan nepotisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan penyakit tersebut sudah menjadi kanker dalam tubuh para petinggi NKRI.

Penyakit masyarakat yang terus mewabah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bagai tsunami yang tidak dapat di bendung lagi. Sehingga penyakit semakin menular dari generasi kegenerasi dan terus menggerogoti dalam tubuh kehidupan masyarakat secara luas. Berangkat dari sinilah yang menjadi acuan berbagai aksi FPI dalam menyikapi berbagai penyakit masyarakat saat ini.

Ormas FPI dikenal sebagai salah satu kelompok dengan ketegasan, keberanian, dan tanpa ragu dalam mengambil sikap. Bahkan tanpa kompromi saat menghadapi berbagai penyakit masyarakat, sehingga wajar kalau FPI banyak pengkritik dan para penentang secara destruktif maupun buta dalam memberi gambaran sosok ormas FPI saat ini.

"Badai FPI menerpa nusantara Indonesia". Lalu kuatkah FPI bertahan di NKRI atau malah FPI akan tenggelam di telan bumi Nusantara Indonesia? waktulah yang akan menjawab. karena FPI tengah di uji seberapa kuat melawan arus penyakit masyarakat yang sudah mewabah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan Allah maha tahu segala.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)................... ......

Suka Menghina FPI, Tetapi Hina Diri Sendiri Tidak di Hiraukan





Judul diatas terinspirasi “Syi’ir Tanpo Waton” Gus Dur. Bahwa Gus Dur mengajarkan kepada anak bangsa tentang menyikapi perbedaan dengan arif dan bijaksana, agar terjadi sebuah perbedaan sebagai rahmat seluruh alam, tetapi ternyata sebuah perbedaan terkadang di artikan lain, sehingga menghasilkan paradigma yang jauh dari Nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan perbedaan telah dijadikan rasa benci terhadap kelompok tertentu. Inilah penyakit hati yang harus di obati dalam diri setiap insan manusia.

Gus Dur merupakan tokoh bangsa Indonesia dengan memegang teguh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai falsafah cara pandang menyikapi sebuah perbedaan, Namun saat ini kita di hadapkan berbagai macam persoalan yang kita anggap negatif, tetapi kita lupa negatif yang kita miliki. Sehingga menghasilkan sebuah penyakit hati dengan menghina organisasi tertentu atau Individu tertentu, tanpa bercermin dalam diri kita sendiri terlebih dahulu.

Kritik membangun sangat di butuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi menghina, menodai dan berbagai macam tindak destruktif sangat bertentangan dalam kehidupan masyarakat secara luas. Sehingga kedepan di perlukan sebuah instropeksi diri, apakah kita termasuk orang yang suka menghina? Kalau kita termasuk golongan tersebut, apakah kita lebih baik di banding kelompok yang kita hina? Nah! disinilah perlu sebuah cermin, agar kita tahu bahwa kita belum tentu lebih baik dari kelompok maupun individu yang kita hina.

Saat ini di tengah konfliks petinggi FPI menghadapi masalah penolakan di Kalimantan tengah, ada berbagai argumen muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat. sebagian ada yang masih sehat dalam berpikir tentang konfliks tersebut, tetapi ada sebagaian nalar orang yang sudah tidak berjalan. Sehingga menghasilkan sebuah komentar destruktif terhadap FPI, tanpa di dasari argumen konstruktif dalam menyikapi sebuah persoalan. Karena yang ada hanya sebatas kebencian dan dendam tentang keberadaan kelompok FPI. Bahkan muncul penghinaan terhadap lembaga FPI secara buta dan kasar.

Berangkat dari tulisan di atas muncul sebuah pertanyaan. Ketika mereka berani menghina FPI, apakah mereka lebih baik dari FPI? Nah! inilah pertanyaan sederhana yang dapat dijadikan koreksi dalam diri kita, agar kedepan kita dapat terhindar dari penyakit hati.

Ingatlah sepenggal “Syi’ir Tanpo Waton” Gus Dur. Seneng ngafirke marang liyane, Kafire dewe gak digatekke (senang mengkafirkan orang lain, kafir dalam diri sendiri tidak di hiraukan). Berarti suka menghina FPI, tetapi hina dalam diri sendiri tidak dihiraukan. Semoga Allah menerima taubat kami, Amiens..........

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
......... .....

Kado Valentine Meledak, Izrael dan Iran Mulai Memanas





Kado Valentine meledak di kedutaan Besar Izrael di India dan Georgia, dan di sinyalir telah melukai empat orang. Peristiwa tersebut mengakibatkan hubungan Izrael dengan Iran mulai memanas. Bahkan Perdana Menteri Izrael Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Iran dan Hizbullah berada di balik penyerangan tersebut. tetapi pernyataan tersebut dibantah Menteri Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast. Bahwa dia mengatakan serangan itu dilakukan oleh Izrael sendiri sebagai bentuk perang urat syaraf terhadap Iran.

Boom meledak di kedutaan besar Izrael merupakan propaganda dalam mengarahkan dukungan bangsa dunia, agar mendukung penuh Izrael dan sekutunya melakukan agresi perang melawan Iran. Nah! Inilah propaganda baru yang dilancarkan Izrael dengan menuduh sembarangan, tentu dengan tujuan mendapatkan dukungan dari pihak Internasional dalam melakukan perang melawan Izrael dan Hizbullah.

Masyarakat dunia masih teringat segar tentang Amerika dan sekutunya di saat melakukan sebuah pelegalan perang melawan kelompok yang di anggap teroris, setelah gedung WTC meledak di Amerika serikat, maka dengan cepat peristiwa kehancuran WTC dijadikan momentum sebagai alasan dalam membuka pintu gerbang menuju perang atas nama perang melawan teroris.

Nah! kejadian boom Valentine di kedutaan Izrael, apakah akan dijadikan propaganda melakukan perang melawan Izrael dan Hizbullah? kalau melihat dari tuduhan perdana menteri Izrael ada indikisi sebagai bentuk propaganda pelegalan perang melawan gerakan Hizbullah dan Iran, agar bangsa di dunia simpatik atas tragedi ledakan boom di gedung kedutaan besar Izrael saat ini.

Peristiwa ledakan di kedubes Izrael disinyalir ada agenda besar yang terselubung dari Izrael dan sekutunya. Sehingga dengan cepat perdana menteri Izrael melakukan tuduhan terhadap bangsa Iran dan Hizbullah sebagai dalang di balik serangan ledakan boom tersebut.

Lepas dari siapa pelaku ledakan di kedutaan besar Izrael di India dan Georgia. Bahwa menghalalkan segala cara menuju agresi perang terhadap sebuah bangsa, tentu tidak di benarkan secara Hukum Internasional dan atas nama menjunjung tinggi Nilai-nilai kemanusiaan. Dan Allah maha tahu segala.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
......... ....

Membela FPI Bagian dari Amanah "Bhinneka Tunggal Ika".





Falsafah "Bhinneka Tunggal Ika" mengajarkan anak bangsa menyikapi sebuah perbedaan dengan arif dan bijaksana, tanpa melihat suku, agama dan golongan. Inilah bahasa mujarab yang di bangun para pendiri bangsa dalam meletakkan fondasi kebangsaan, agar menjadi acuan segenap tumpah darah masyarakat yang hidup di negeri yang bernama bangsa Indonesia.

Menyimak, mengamati dan menghayati konfliks pengusiran petinggi FPI di Kalimantan tengah. Kalau dilihat dari sebuah bentuk kebebasan berorganisasi di NKRI, tentu peristiwa tersebut melanggar hukum yang berlaku di negeri bangsa Indonesia. Karena setiap organisasi massa memiliki hak untuk melakukan kegiatan dan membuka cabang di seluruh Indonesia, tanpa terkecuali di Kalimantan tengah saat ini.

Pengusiran FPI di Kalteng dapat menjadi dampak buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat pengusiran tersebut akan menjadi contoh: segenap masyarakat di seluruh bangsa Indonesia, bahwa ketika sebagian masyarakat tidak menyukai kedatangan organisasi tertentu, padahal organisasi itu legal di Indonesia, maka dia akan melakukan sebuah gerakan aksi massa dengan menolak organisasi masuk kedaerah yang bersangkutan.

Membela FPI bagian dari amanah "Bhinneka Tunggal Ika". Karena FPI sebuah organisasi yang legal di Indonesia. Sehingga apabila ada sebagian masyarakat bangsa Indonesia dengan berani menolak dengan cara mengarah menuju tindak kekerasan atau tindak lainnya, padahal organisasi tersebut di lindungi oleh Undang-undang. Maka, berarti mereka telah melakukan sebuah bentuk pelanggaran hukum. Inilah yang perlu dicatat kembali di dalam setiap dada seluruh masyarakat NKRI, agar hukum tetap tegak di seluruh nusantara Indonesia.

Seluruh masyarakat bangsa Indonesia, tanpa terkecuali tidak boleh melakukan Kesewenang-wenangan dalam bentuk apapun, baik pengusiran, penyerangan, percobaan pembunuhan atau bentuk lainnya terhadap organisasi yang tidak di sukai. Karena bangsa Indonesia adalah negara hukum tanpa melihat suku, agama dan golongan dalam menjalankan roda hukum yang berlaku dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Penolakan organisasi di NKRI sudah jelas menyalahi falsafah "Bhinneka Tunggal Ika". apalagi menolak dengan cara membawa senjata tajam, mandau dan membawa senjata lain yang dapat melukai seseorang, tentu itu perbuatan kriminal dan sangat menyalahi Undang-undang tentang kebebasan berorganisasi di seluruh nusantara Indonesia.

Kebencian terhadap organisasi tertentu jangan dijadikan alasan pembenaran dalam melakukan pelanggaran Undang-undang yang berlaku, sebab seberapa benci terhadap organisasi tertentu. Ketika menyalahi hukum yang berlaku di NKRI. Maka dia harus ditindak secara hukum, tanpa melihat dia seorang pejabat negara, pejabat daerah maupun masyarakat dalam profesi lainnya. Dan semoga Allah selalu mengampuni Dosa-dosa kami, Amiens.......

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
......... ....

FPI Korban Politis Kursi Kekuasaan



Ketika ada sejumlah kegiatan FPI yang bertentangan dengan kepentingan para penguasa daerah maupun tingkat nasional. Maka dengan cepat para penguasa daerah maupun senayan menuduh FPI adalah biang kerok dari persoalan tersebut. Padahal kita harus lebih arif dalam menyikapi sebuah persoalan dengan jernih, agar terjadi sebuah keseimbangan antara fakta lapangan dengan sebuah data teoritis.

Kejadian di Kalimantan tengah yang melibatkan antara pemimpin daerah dengan Konco-konconya, saat berhadapan menolak kedatangan petinggi FPI di bumi Kalimantan, terlihat jelas siapa yang bermain politis disana, tidak lepas dari pemimpin daerah yang menggerakkan atas nama masyarakat Dayak Kalimantan, padahal tidak semua masyarakat Dayak anti FPI, tetapi seolah media di giring melakukan penghakiman terhadap FPI. Nah! dari situlah terlihat FPI sebagai korban ambisi penjaga kursi kekuasaan.

Sedangkan sikap Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufik Kiemas sangat membela tindakan yang mengatasnamakan masyarakat adat Dayak. Mengingat kearifan lokal harus dijaga. Itulah komentar sepihak dari ketua MPR yang seharusnya mengambil jalan tengah, tanpa menghakimi satu kelompok. Mengingat dia adalah wakil rakyat yang terhormat di gedung MPR yang di danai uang rakyat Indonesia.

Melihat dari dukungan ketua MPR dalam menyikapi kejadian pengusiran petinggi FPI di Kalimantan tengah, mereka sangat mendukung langkah yang di ambil sebagian masyarakat Kalimantan tengah saat mengusir petinggi FPI tanpa melihat dari sisi permasalahan secara tepat. Sehingga membuktikan kalau FPI korban politis para penguasa dalam mengambil sikap secara sepihak tanpa melihat akar permasalahan sesungguhnya.

Pernyataan ketua MPR dapat menimbulkan kecurigaan baru, bahwa pengusiran ketua FPI tidak hanya kepentingan penguasa daerah, namun senayan sudah mengagendakan lebih jauh lagi dalam menyikapi lembaga FPI tidak hanya sebatas di Kalimantan tengah. Nah! dari situlah terlihat unsur politis antara penguasa daerah dengan senayan sangat dekat dalam mengambil langkah menjadikan FPI sebagai korban politis di nusantara Indonesia.

FPI merupakan organisasi yang seolah di gantung dalam kehidupan para penguasa. Mengingat di saat FPI dibutuhkan pada saat kampanye atau bentuk kepentingan lainnya, maka FPI akan di dorong bergerilya melakukan berbagai aksi, agar sang penguasa mampu duduk di kursi empuk singgasana, tetapi di saat FPI tidak di butuhkan lagi dalam kursi kekuasaan, maka dengan cepat penguasa melakukan kritik total keberadaan FPI di Indonesia.

Ketika pemimpin daerah dan Konco-konconya menolak kedatangan petinggi FPI, seperti yang terjadi di Kalimantan tengah, tentu tak lepas dari unsur politis kekuasaan yang menjadi dasar permasalahan penolakan tersebut. Bahkan petinggi MPR ikut nimbrung masalah kedatangan FPI di Kalimantan tengah dan mendukung Cara-cara yang di tempuh dalam penolakan kedatangan FPI tersebut.

Seorang pemimpin MPR sudah berkewajiban melindungi masyarakat tanpa memandang suku, agama, golongan dan memandang yang lainnya, agar terjadi sebuah kontrol penguasa yang sehat dalam membaca situasi kondisi masyarakat bangsa Indonesia dan kita kenal dengan istilah "Bhineka Tunggal Ika".

Kejadian di atas juga dapat di asumsikan. Bahwa para penguasa politis mulai mencari kambing hitam dalam menyikapi sebuah permasalahan di negeri yang bernama Indonesia. Mengingat keserakahan dalam melakukan berbagai tindak korupsi, kolusi dan nepotisme sudah tidak dapat ditutup-tutupi. Maka dengan cepat mengambil inisiatif mencari kambing hitam di lain persoalan penyakit sang penguasa tersebut. Bahkan ironis FPI dijadikan salah satu cara Menutup-nutupi kesalahan para penguasa dengan melempar baju persolan, agar masyarakat mengutuk FPI dan melupakan kesalahan para penguasa di tubuh bangsa Indonesia. Dan Allah maha tahu segala.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
......... ...