Wednesday, 23 May 2012

Bahaya Liberalisme Dalam Bangunan Masyarakat Islam



Membangun masyarakat Islam membutuhkan sebuah paradigma antara kepentingan individu dan sosial, agar dapat berjalan seimbang dalam tatanan bangunan masyarakat. Sedangkan liberalisme lebih condong dalam gagasan individual, tetapi cenderung menegasikan dalam aspek sosial. Berangkat dari sinilah akan megakibatkan sebuah kerancuan dalam bangunan masyarakat. Sebab antara individu dan sosial harus sejalan dalam mengemban tanggung jawab sebagai insan manusia dalam membangun sebuah tatanan yang lebih cerdas dan bermartabat.

Paradigma liberalisme merupakan sebuah gagasan dengan corak pandang kebebasan individu dalam membangun sebuah tatanan masyarakat, padahal dalam membangun masyarakat sudah semestinya tidak menegasikan dalam aspek sosial. Berangkat dari sinilah paradigma liberalisme sebatas kebebasan individu, tetapi cenderung mengabaikan kebebasan sosial dalam tatanan masyarakat secara kaffah.

Keberadaan liberalisme sering berseberangan dengan aspek sosial. Sebab liberalisme cenderung mengarah kebebasan individu, tetapi menegasikan kebebasan sosial secara kaffah. Sehingga gagasan liberalisme dalam membangun masyakat sangatlah tidak tepat, apalagi kebebasan liberalisme terjebak pada individu dan kelompoknya. Inilah sebab akibat dari gagasan liberalisme yang cenderung mengarah kebobrokan dalam sistem masyarakat secara universal.

Konsep liberalisme selalu menggaungkan sebuah istilah kebebasan, tetapi kebebasan yang di gagas liberalisme mengarah pada kebebasan secara sempit. Sebab ketika datang sebuah gagasan selain liberalisme. Maka dengan segala cara liberalisme membendung gagasan dari luar dirinya. Berangkat dari sinilah kebebasan liberalisme merupakan sebuah gagasan dalam makna sempit, tetapi tidak secara kolektif dalam membangun sebuah bangunan antara individu dan sosial.

Bahaya liberalisme dalam bangunan masyarakat dapat dirasakan masyarakat pada saat terjadi sebuah konfliks antara individu dengan individu lain. Sebab sebuah kebebasan tanpa dilandasi tenggang rasa yang tinggi dan sebuah kesadaran sosial, tentu akan menghasilkan sebuah kerancuan dalam bangunan masyarakat.

Membangun masyarakat Islam dibutuhkan sebuah tindakan yang tepat, agar terjadi sebuah keseimbangan, tetapi kalau kebebasan liberal cenderung mengarah pada kebebasan individu belaka, tentu dalam dataran sosial telah mengalami kerancuan. Sebab dalam membangun sebuah tatanan masyarakat harus didasari semangat tenggang rasa, bukan hanya sebatas atas nama kebebasan.

Ketika liberalisme masuk dalam wilayah ekonomi, tentu akan terjadi sebuah eksploitasi secara Besar-besaran dari satu pihak, tetapi merugikan dari berbagai pihak. Berangkat dari sinilah akan terjadi sebuah sistem kapitalisme dalam membangun sebuah kehidupan masyarakat

Sistem kapitalisme merupakan bagian dari Nilai-nilai liberalisme. Sehingga kalau liberalisme sudah masuk dalam ranah ekonomi masyarakat, berarti ekonomi masyarakat telah di kuasai segelintir kelompok. Inilah bahaya liberalisme dalam wilayah ekonomi masyarakat secara universal.

Gagasan liberalisme membahayakan tidak sebatas masalah ekonomi. Namun lebih jauh lagi membahayakan segala aktivitas masyarakat, baik masalah budaya, pendidikan dan masih banyak lagi. Sebab gagasan liberalisme tak lepas dari bangsa barat sebagai pelopor tentang idiologi liberalisme. Sehingga antara bangsa barat dengan liberalisme tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Sebab dalam artian antara penggagas dan yang di gagas saling berkesinambungan dalam makna liberalisme.

Barat dan liberalisme merupakan dua hal yang saling berkesinambungan. Sebab liberalisme muncul dari ranah bangsa barat dalam menggagas segala aspek kehidupan. Sehingga menghasilkan sebuah paradigma dalam idiologi liberalisme dalam tatanan masyarakat barat, tetapi ketika liberalisme masuk dalam wilayah Islam, tentu akan sangat membahayakan dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Sebab masyarakat Islam sudah mempunyai paradigma dan budaya sendiri dalam membangun masyarakat secara kaffah.

Lebih jauh lagi, ternyata liberalisme telah masuk dalam wilayah agama. Sehingga dapat ditebak tentang liberalisme masuk dalam wilayah agama. Maka sebuah kenyataan pahit akan terjadi dalam sebuah gagasan tentang agama yang cenderung mengedepankan aspek individu dan menegasikan aspek sosial. Berangkat dari sinilah bangunan agama dalam kehidupan masyarakat akan terjadi sebuah kerancuan antara teks dan konteks.

Paling berbahaya lagi, ketika liberalisme berubah wajah dengan istilah Islam liberal. Sebab di saat liberalisme masuk dalam ranah agama Islam, tentu akan terjadi sebuah tafsir yang mengedepankan akal secara berlebihan. Sehingga menghasilkan sebuah hipotesis antara teks dan konteks tidak sejalan. Mengingat Islam liberal cenderung mengarah pada aspek kontekstual di banding aspek tekstual.

Keberadaan Islam merupakan agama fitrah. Ketika disandingkan dengan kebebasan individu secara berlebihan, tentu akan mempersempit makna Islam itu sendiri. Sebab Islam merupakan pengejawantahan antara aspek sosial dan individu secara utuh, tetapi tidak secara parsial dalam menerjemahkan sebuah persoalan masyarakat.

Paradigma liberalisme yang mengedepankan kebebasan individu, tetapi melupakan kebebasan sosial, tentu akan menghasilkan sebuah kerancuan dalam bangunan masyarakat. Berangkat dari sinilah sudah semestinya gagasan liberalisme merupakan sebuah ide yang tidak menyentuh secara utuh antara kepentingan individu dengan kepentingan sosial, tetapi Islam sangat utuh dalam menggambarkan masyarakat secara kaffah.

Bahaya liberalisme dalam bangunan masyarakat Islam, ternyata dapat mengakibatkan sebuah kerancuan dalam tatanan kehidupan secara universal. Mengingat liberalisme merupakan paham kebebasan yang condong terhadap konteks individu, tetapi melupakan antara teks dan konteks secara individu maupun sosial dalam membangun berbagai aspek kehidupan. Dan Allah pembantu kaum muslimin. Cukuplah Dia bagi kami dan begitu besar bantuan-NYA.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)........................

Pergolakan Islam di Kawasan Nusantara



Kawasan Nusantara merupakan daerah dengan kekayaan berbagai sumber daya alam yang berlimpah. Bahkan kekayaan Nusantara menjadi rebutan dari berbagai negara asing, baik dari bangsa eropa maupun bangsa lainnya, tentu dengan tujuan mengeksplotasi secara Besar-besaran harta yang terpendam di dataran Nusantara. Sehingga tak heran bangsa Nusantara Berabad-abad telah di dominasi ekspansi bangsa eropa.

Sebelum kemerdekaan bangsa di kawasan Nusantara, terdapat agama besar Islam sebagai bagian terbesar dari sebuah bangunan keyakinan. Sehingga tak heran Islam menjadi ladang rebutan berbagai idiologi masuk dalam ranah ke-Islaman, agar gagasan tentang idiologi ke-Islaman dapat di terima dalam jiwa masyarakat Nusantara.

Perjalanan Islam sebelum kemerdekaan ada istilah Islam tradisional dan Islam Modern. Kedua idiologi ke-Islaman ini akan menjadi sebuah cikal bakal kemajuan dan kemunduran Islam di Nusantara. Sebab dalam kelanjutan kedua corak pandang ini mengalami sebuah perbedaan dalam dunia ke-Islaman. Karena pemahaman Islam tradisional di zaman dahulu merupakan sebuah pengejawantahan antara budaya setempat dengan Nilai-nilai ke-Islaman.

Sedangkan Islam modern cenderung mengarah pada pemurnian Islam dalam menjalankan sebuah aktivitas ke-agamaan. Sehingga sering sekali Islam modern berbenturan dengan budaya setempat dalam menggagas ke-Islaman, padahal dalam ajaran Islam antara budaya dan Nilai-nilai ke-Islaman harus sejalan, tentu tanpa menanggalkan teks maupun konteks. Sebab agama Islam merupakan ajaran wahyu sebagai pedoman masyarakat Islam. Sedangkan budaya merupakan sebuah kehidupan real masyarakat. Karena kedua hal ini sudah semestinya dapat sejalan dalam membangun dunia ke-Islaman di nusantara.

Sejak kemerdekaan bangsa nusantara, terdapat pergolakan Idiologi ke-Islaman yang semakin memanas. Karena di sebabkan beragam aliran masuk dalam wilayah nusantara dan puncaknya pada pasca reformasi di Indonesia yang telah menghasilkan sebuah Idiologi Islam terpecah dalam tiga perseteruan antar Idiologi ke-Islaman. Lalu muncul sebuah pertanyaan, Idiologi Islam apa yang berkembang di Nusantara saat ini?...........

Pertama: Islam liberal merupakan ke-Islaman dengan wajah bangsa Barat dalam menggagas ke-Islaman dan cenderung mengandalkan konteks dalam menganalisa sebuah peristiwa yang menyangkut agama Islam di banding aspek tekstual. Sehingga wajah Islam liberal cenderung mengarah para gagasan ke-Islaman ala barat dalam menganalisa tentang ajaran Islam.

Kedua: Islam Khilafah merupakan sebuah idiologi ke-Islaman yang menggagas tentang berbagai aspek kehidupan dengan sudut pandang tekstual. Sehingga model Islam Khilafah cenderung di pengaruhi bangsa Timur Tengah dalam menerjemahkan tentang kehidupan ke-Islaman.

Ketiga: Islam tradisional merupakan sebuah pengejawantahan antara teks dan konteks, agar kedua hal ini dapat terjadi sinergi yang saling berkaitan secara utuh. Karena Islam tradisonal merupakan wajah ke-Islaman dengan mengambil Nilai-nilai yang terdapat dalam kawasan Nusantara, untuk di gali dalam khazanah ke-Islaman yang lebih membumi dalam kehidupan secara kaffah.

Dari gambaran di atas tentang Idiologi besar ke-Islaman di Nusantara dapat menjadi sebuah gambaran. Bahwa pergolakan Islam pra kemerdekaan bangsa Nusantara telah mengalami berbagai gejolak yang sangat keras dalam kehidupan masyarakat, begitu pula pasca kemerdekaan bangsa Nusantara, ternyata Idiologi ke-Islaman terpecah dalam wilayah ke-agamaan yang lebih rumit lagi.

Pra kemerdekaan bangsa Nusantara ada dua idiologi yang saling berseberangan di kawasan Asia Tenggara, kedua Idiologi ini di kenal dengan Istilah Islam Modern dan Islam Tradisional, tetapi pasca kemerdekaan berlangsung secara terus menerus dalam perkembangan dunia ke-Islaman, ternyata telah memunculkan tiga pergolakan Idiologi ke-Islaman dengan istilah Islam tradisional, Islam Liberal dan Islam Khilafah. Ketiga kelompok ini tidak jarang bersitegang dalam mengambil simpatik masyarakat di kawasan Nusantara.

Pergolakan ke-Islaman di Nusantara pada era sekarang memang dimotori tiga wajah bangsa besar yaitu: Islam liberal cenderung mengadopsi dari bangsa barat. Islam Khilafah cenderung mengadopsi dalam ranah ke-Islaman bangsa timur tengah. Dan terakhir Islam tradisional menggali dari bangsa pribumi dalam membangun sebuah bangunan ke-Islaman di kawasan Nusantara. Semoga Allah memberi petunjuk kepada kami di jalan kebenaran, Amiin.............

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
..............

Islam Liberal Terjebak Dalam Makna Kebebasan



Kebebasan salah satu nilai sebuah bentuk ekspresi dan inovasi dalam melakukan sebuah tafsir tentang polemik kehidupan. Bahkan kebebasan sudah masuk dalam ranah tafsir agama dengan sebutan Islam liberal dalam menafsirkan antara teks dan konteks, tetapi paradigma Islam liberal cenderung mengarah kepada budaya barat dalam menciptakan sebuah rumusan, padahal budaya liberal barat sering terdapat sebuah pertentangan dengan makna agama Islam.

Kelompok Islam liberal tak jarang mengatasnamakan kebebasan di saat mendapatkan sebuah serangan argumen dari pihak selain kelompoknya, padahal kalau mengakui sebuah kebebasan dalam makna sebuah bahasa secara tepat, berarti sudah siap dengan sebuah peta yang begitu kompleks dalam menanggapi sebuah realita kehidupan. Berangkat dari sinilah kebebasan telah terjebak pada gambaran individu dan kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Islam liberal dalam wadah menggagas masalah ke-Islaman.

Ketika berbicara kebebasan kita di hadapkan dengan beragam persoalan. Sebab tidak semua gagasan kebebasan positif dalam menerjemahkan sebuah realita. Bahkan kebebasan malah dapat merusak Sendi-sendi kehidupan. Karena batasan kebebasan nampak abstrak dalam pemahaman secara teks maupun konteks.

Keberadaan makna kebebasan telah di jadikan dalil Islam liberal sebagai alat dalam melindungi maupun menyerang kelompok lain. Bahkan ironis kebebasan telah di kebiri sebagai alat dalam membangun sebuah argumen, untuk menciptakan sebuah gagasan yang berpihak pada paradigma dalam dirinya, padahal kalau berbicara makna kebebasan sejati, tentu kebebasan merupakan sebuah bentuk paradigma dalam diri atas kondisi realita secara bebas, baik secara individu maupun kolektif dalam kehidupan.

Makna kebebasan sebagai bentuk pengejawantahan antara kehidupan individu dan sosial dalam menerjemahkan sebuah kehidupan. Namun dalam realita kebebasan yang di gagas Islam liberal cenderung pada kebebasan makna dalam individu, paling banter hanya sebatas kebebasan kelompok dalam Islam liberal itu sendiri atau yang sejalan dengan konsep Islam liberal. Sehingga kebebasan yang di gagas Islam liberal cenderung parsial dalam memberikan suatu penilaian tentang sebuah makna.

Islam liberal sering menyuarakan tentang kebebasan berpendapat, tetapi kebebasan berpendapat hanya sebatas kepentingan kelompok dan individu sendiri, namun sering menegasikan aspek paradigma dari kelompok lain. Sebab dalam paradigma Islam liberal cenderung penegasan yang berkiblat pada budaya barat, yaitu: sebuah kebebasan dalam makna dari bangsa barat, tetapi bukan makna kebebasan secara universal.

Lebih ironis lagi, ternyata Islam liberal dalam memberikan sebuah makna kebebasan sering terjebak pada paradigma dalam diri sendiri, padahal kalau memang Islam liberal menghormati sebuah kebebasan secara utuh, sudah semestinya Islam liberal mampu menghormati berbagai pendapat yang datang maupun pergi dari pihak yang berseberangan.

Masalah kaum Lesbi dan Gay yang di kampanyekan oleh Irshad Manji dapat dijadikan sebagai contoh kecil. Bahwa paradigma Islam liberal sering mengutarakan istilah saling menghargai, seperti menghargai pendapat Irshad Manji dalam kampanye kebebasan atas nama Lesbi dan Gay, tetapi di saat mendapatkan tentangan dari masyarakat Islam di Yogyakarta, ternyata kelompok Islam liberal tidak mampu menghargai sebuah perbedaan pendapat. Bahkan mengatakan kelompok yang menentang diskusi Irshad Manji merupakan kelompok yang tidak mampu menghargai sebuah perbedaan pendapat, padahal kalau di cermati secara tepat pendapat dari para penolak kampanye Irshad Manji, tentu itu termasuk salah satu sebuah bentuk kebebasan. Berangkat dari sinilah liberal telah terbukti tidak mampu memberikan sebuah pemahaman tentang sebuah makna kebebasan berpendapat secara utuh.

Islam liberal selalu menggunakan bahasa kebebasan sebagai dalil ampuh dalam melawan setiap pertarungan dengan kelompok tertentu, apalagi saat menghadapi para kelompok yang berseberangan dengan paham Islam liberal, berarti dari sinilah Islam liberal memberikan makna kebebasan begitu sempit. Sebab kalau berbicara kebebasan secara utuh, bahwa kebebasan merupakan sebuah bentuk ekspresi antara pro dan kontra sebagai bentuk kebebasan dalam berpendapat. Berangkat dari sinilah Islam liberal tidak layak menghakimi kelompok yang tidak sependapat dengan gagasan mereka dengan label Islam miring dalam memberikan gambaran kelompok yang bertentangan.

Keberadaan Islam liberal sering menggaungkan sebuah istilah keberanian dalam mengutarakan pendapat, tetapi kalau pendapat yang berseberangan dengan gagasan kelompok Islam liberal di katakan sebuah kedangkalan berpikir dalam menelaah tentang ke-Islaman, berarti keberanian Islam liberal terjebak pada logika pembenaran diri.

Islam liberal merupakan wajah baru dari budaya barat dalam memberikan sebuah syok terapi terhadap masyarakat Islam, agar masyarakat Islam dapat menerima gagasan dari bangsa barat, padahal bangsa barat sendiri tidak mau menerima paradigma dari masyarakat yang bertentangan dengan budaya mereka sendiri.

Kebebasan menjadi dalil Islam liberal sebagai alat pembenaran diri dalam melakukan sebuah serangkaian dalam membangun sebuah argumen. Namun di saat ada kelompok yang berseberangan dengan gagasan paradigma selain dari gagasan Islam liberal, ternyata di anggap tidak menghargai sebuah kebebasan, tentu itu menyalahi makna kebebasan secara kaffah.

Berangkat dari tulisan di atas, berarti Islam liberal terjebak pada istilah kebebasan dalam memberikan sebuah makna secara parsial. Sebab Islam liberal dalam memberikan makna kebebasan hanya sebatas dari cara pandang kebebasan atas paradigma diri dan kelompoknya. Namun di saat menerima penolakan gagasan dari kelompok atau individu lain, ternyata Islam liberal menganggap kelompok yang berseberangan itu tidak menghargai sebuah kebebasan, padahal kalau secara jernih memberikan sebuah makna tentang kebebasan, baik dalam bentuk penolakan atau menerima sebuah gagasan, tentu semua itu sebuah bentuk bagian dari dalil kebebasan itu sendiri. Dan Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-NYA. Dia maha kuat dan maha perkasa. Maka aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
............

Islam Tradisional dan Islam Liberal Dalam Khazanah Nusantara



Islam tradisional tumbuh berkembang dalam nafas kehidupan masyarakat nusantara. Sehingga Islam tradisional salah satu perpaduan dalam mensinergikan antara teks dan konteks dalam agama Islam, agar Islam dapat berjalan beriringan dengan adat istiadat masyarakat. Mengingat budaya masyarakat pribumi begitu kompleks dalam kehidupan masyarakat nusantara. Berangkat dari sinilah Islam tradisional tumbuh berkembang pesat dalam tatanan kehidupan masyarakat di tingkat infrastruktur maupun suprastruktur.

Keberadaan Islam tradisional merupakan wajah dalam mensinergikan budaya masyarakat pribumi dengan Nilai-nilai ke-Islaman nusantara, untuk menggagas berbagai macam permasalahan dalam kehidupan masyarakat, baik ditingkat infrastruktur maupun suprastruktur, agar terjadi sebuah paradigma pemikiran tentang ke-Islaman yang sejalan dan berimbang antara teks dan konteks ke-Islaman.

Nafas islam tradisional tumbuh berkembang ditengah-tengah kehidupan masyarakat nusantara. Bahkan dengan corak keberagaman antara masyarakat nusantara yang satu dengan masyarakat nusantara yang lainnya, tetapi walaupun beragam corak dalam kehidupan masyarakat nusantara. Bahwa sejak dahulu kala terdapat sebuah bangunan kerukunan, menghargai, tepa selira dalam kehidupan antar masyarakat nusantara.

Sedangkan Islam liberal dengan wajah barat dalam mengadopsi ke-Islaman melakukan berbagai manuver politis, tentu dengan tujuan membuka masyarakat tradisional, agar dapat mengikuti kehendak paradigma Islam liberal dalam membedah khazanah ke-Islaman, agar sesuai dengan budaya bangsa barat dalam melakukan sebuah kajian. Sehingga yang terjadi sebuah kerancuan antara teks dan konteks dalam khazanah ke-Islaman.

Masyarakat pribumi nusantara sudah mempunyai kepribadian dan watak dalam corak pandang tentang ke-Islaman, tetapi Islam liberal dengan ngotot melakukan sebuah perubahan dalam kepribadian masyarakat nusantara, agar wajah ke-Islaman nusantara terbelah dengan wajah bangsa barat. Sebab kalau wajah ke-Islaman nusantara sudah mengadopsi budaya bangsa barat. Maka bangsa barat dengan mudah masuk dalam ranah ekonomi. sosial, politik dan berbagai bidang dalam kehidupan masyarakat nusantara.

Keberadaan Islam liberal tumbuh berkembang secara pesat dengan paradigma bangsa barat dalam menggagas ke-Islaman. Sejak reformasi bergulir sebagai pintu gerbang dalam mengedepankan sebuah kebebasan disegala bidang. Berangkat dari sinilah Islam liberal terus menyusup dalam lingkup akademis maupun menyusup dalam lingkup yang lebih luas lagi.

Paradigma Islam liberal cenderung mengadopsi gagasan barat dalam melakukan berbagai kajian tentang ke-Islaman. Sehingga produk Islam liberal cenderung mengarah kepada penghakiman terhadap budaya ke-Islaman tradisional yang di anggap tidak mengalami sebuah kemajuan dalam membedah ke-Islaman.

Aneh sekali, ketika Islam liberal membedah tentang lesbi dan gay yang di anggap sebagai bentuk sebuah kemajuan zaman, apabila dikaitkan dengan dunia ke-Islaman, padahal fenomena tentang Lesbi dan Gay bukanlah permasalahan baru. Karena sejak zaman nabi sudah ada peristiwa tersebut, seperti kisah Nabi Luth dalam menghadapi kebobrokan moral para kaum homoseksual.

Permasalahan Lesbi dan Gay bukanlah permasalahan baru, tetapi Islam liberal berusaha mengkaji ulang tentang permasalahan Lesbi dan Gay, agar masyarakat dapat menerima keberadaan Lesbi dan Gay sebagai bentuk wajah keberagaman dan kebebasan.

Peristiwa Irshad Manji sebagai duta Islam liberal dapat dijadikan contoh kecil. Bahwa gagasan Irshad manji tentang Lesbi dan Gay masuk dalam ranah nusantara, ternyata di tolak oleh masyarakat Islam. Berangkat dari sinilah Islam liberal memberikan sebuah gambaran. Bahwa orang yang menolak Irshad Manji tidak menghargai sebuah kebebasan, padahal menolak atau menerima merupakan sebuah bentuk kebebasan, apabila dilihat secara utuh tentang makna kebebasan.

Irshad Manji merupakan duta besar Islam liberal dalam menggagas ke-Islaman dengan corak pandang budaya bangsa barat, padahal kalau di cermati dalam khazanah ke-Islaman sejak zaman klasik, bahwa Islam sangat mengutuk tindakan Lesbi dan Gay, tetapi Islam liberal berusaha melakukan sebuah tafsir Islam dengan cara paradigma budaya barat dalam membedah tentang Lesbi dan Gay. Sehingga mengakibatkan sebuah benturan antara teks dan konteks, apalagi Islam liberal berusaha dengan ngotot memasukkan gagasan tentang Lesbi dan Gay dalam ranah nusantara, agar Lesbi dan Gay dapat diterima dalam kehidupan masyarakat nusantara sebagai wajah Islam kontemporer.

Paradigma Islam liberal terus melakukan sebuah kajian dalam membedah budaya nusantara, agar masyarakat nusantara membuka diri dengan budaya bangsa barat, padahal bangsa barat sendiri tidak mau berwajah nusantara dalam menggagas berbagai permasalahan tentang eksistensi bangsa barat, begitupula masyarakat nusantara tidak akan cocok dengan budaya bangsa barat dalam mengkaji beragam persoalan.

Islam tradisional merupakan wajah masyarakat pribumi dalam setiap menggagas berbagai macam tentang khazanah ke-Islaman, sedangkan Islam liberal merupakan wajah bangsa barat dalam menggagas tentang ke-Islaman. Sehingga wajar dalam paradigma berpikir Islam liberal saat bersandingan dengan Islam tradisonal sering terjadi sebuah benturan dalam memberikan sebuah argumen tentang khazanah ke-Islaman.

Keberadaan Islam tradisional menginginkan sebuah paradigma antara teks dan konteks dapat terjadi sinergi yang saling melengkapi, tetapi Islam liberal cenderung mengarah terhadap kekuatan akal secara berlebihan dalam mengkaji ke-Islaman. Berangkat dari sinilah dalam kajian Islam liberal cenderung mengarah kepada kekuatan nalar, tetapi tidak mensinergikan antara teks dan konteks secara utuh, tetapi hanya sebatas teks dan konteks secara parsial.

Islam tradisonal dan Islam liberal dalam khazanah nusantara merupakan dua wajah yang berbeda. Sebab Islam tradisional mengedepankan paradigma ke-Islaman dengan teks dan konteks tanpa mengabaikan khazanah nusantara. Sedangkan Islam liberal dalam mengkaji ke-Islaman cenderung mengarah pada budaya bangsa barat, agar dapat di terima dalam kehidupan khazanah nusantara.

"Dan Kami Sekali-kali tidak akan mendapatkan petunjuk, kalau Allah tidak memberi petunjuk kepada kami". Dan Allah SWT lebih mengetahui. Melalui Dia diperoleh taufiq dan hidayah.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com).......................

Liberalisme Dalam Pandangan Islam



Liberalisme merupakan paham kebebasan dengan mengedepankan hak individu dalam mengekspresikan segala kondisi dengan bebas lepas tanpa beban, tetapi dalam ajaran Islam mengajarkan tentang semangat tenggang rasa, tentu tidak sebatas dalam bentuk kebebasan belaka. Karena kalau kebebasan tanpa melihat kondisi sosial, tentu yang terjadi sebuah ketimpangan dalam pemahaman antara individu dan sosial.

Paradigma Liberalisme dalam memberikan makna tentang kebebasan sering di terjemahkan dalam makna yang tidak pada tempatnya. Sehingga yang terjadi dalam kehidupan tentang makna kebebasan mengarah pada sebuah semangat mencari pembenaran diri tanpa di landasi sebuah semangat tepa selira dalam menerjemahkan tentang multi kehidupan..

Pemahaman liberal cenderung mengarah kepada kebebasan tanpa batas, walaupun ada sebagian para penggerak paham liberal, bahwa liberal juga punya batasan tentang sebuah kebebasan antara individu dan sosial. Namun dalam realita makna kebebasan hanya terbatas pada ranah individu, bukan kebebasan dalam makna secara universal.

Ketika membedah liberalisme akan nampak sebuah kecerobohan dalam paham yang di anut sebagian masyarakat yang ingin sebuah kebebasan berekspresi dan berinovasi, padahal kebebasan individu akan menghasilkan sebuah tatanan yang kurang tepat dalam kehidupan sosial. Sebab kebebasan individu yang di gaungkan para kaum liberal dalam menerjemahkan sebuah makna kehidupan, telah mengantarkan dalam pola pikir destruktif dalam penerjemahan tentang berbagai persoalan.

Keberadaan liberalisme dalam kehidupan masyarakat mengarah pada paham kapitalisme, kalau di lihat dari sudut pandang ekonomi. Sebab liberalisme mengajarkan tentang sebuah kebebasan manusia sebebas-bebasnya dalam beraktivitas. Namun kalau di lihat secara teliti, bahwa paham liberal telah terjebak dalam paham individu, tanpa melihat dari sisi yang lain. Sehingga liberalisme hanya sebatas sebuah paham yang mengatasnamakan sebuah kebebasan. Namun bukan kebebasan dalam makna pembebasan sejati.

Liberalisme dalam perkembangan dan kelanjutannya, telah masuk dalam ranah tidak sebatas masalah ekonomi, sosial, budaya dan berbagai bidang yang lain. Bahkan liberalisme telah mengarah masuk keranah agama Islam. Sehingga dengan kondisi liberalisme masuk dalam makna keagamaan, telah mengalami sebuah dilema dalam penafsiran. Sebab paham liberal dalam menafsirkan Islam cenderung mengarah pada daya akal, tanpa melihat sisi teks maupun konteks secara tepat, padahal ajaran Islam dalam mengajarkan sebuah tafsir harus melalui berbagai paradigma secara kaffah, bukan hanya sebatas satu sisi belaka.

Keberadaan tafsir Islam dalam paham liberal cenderung mengarah pada kerancuan antara teks dan konteks. Sebab liberalisme lebih menekankan pada aspek konteks dalam menafsirkan berbagai ajaran Islam. Berangkat dari sinilah terdapat dilema besar sebuah pemahaman agama antara akal dengan wahyu.

Kekuatan ruh dalam ajaran Islam tidak sebatas masalah kebebasan dalam berargumen. Sebab kalau Islam hanya sebatas kebebasan belaka, berarti mempersempit makna Islam itu sendiri. Karena Islam merupakan ajaran kaffah tentang manusia saat berhubungan denganTuhan, begitu juga saat manusia berhubungan dengan sesama. Inilah catatan terpenting dalam dunia Islam, bahwa Islam bukan sebatas semangat kebebasan dalam menerjemahkan antara teks dan konteks. Namun Islam lebih luas lagi dalam memberikan sebuah gambaran tentang berbagai persoalan kehidupan manusia.

Islam merupakan ajaran dalam pencapaian sebuah kemaslahatan secara kaffah. Namun kalau sebuah kebebasan tidak menghasilkan sebuah kemaslahatan, berarti sama saja membuang energi dalam kesesatan. Sehingga di butuhkan sebuah paham yang mampu mensinergikan antara teks dan konteks dalam menggali tentang khazanah ke-Islaman.

Liberalisme dalam pandangan Islam sangat jauh dari sebuah Nilai-nilai Islam tentang semangat kemaslahatan secara kaffah. Sebab liberalisme sebatas semangat kebebasan dalam cara pandang tentang menerjemahkan sebuah ajaran Islam. Sedangkan Islam mengajarkan tentang semangat mencari kemaslahatan, bukan sebuah kebebasan tanpa melihat dari sisi kemaslahatan secara kaffah.

Keberadaan liberalisme cenderung dalam paham kebebasan semu. Sebab batasan dalam liberalisme bersifat abstrak, Namun ajaran Islam sudah jelas dalam melakukan sebuah penilaian antara haq dengan yang batil. Sedangkan liberalisme antara batil dan haq masih terlihat Samar-samar. Sebab dalam gagasan liberalisme cenderung pada makna sebuah kebebasan yang masih samar, apabila di kaitkan dengan bidang keagamaan.

Idiologi Liberalisme dalam pandangan Islam tidak sejalan dengan semangat kemaslahatan dalam menentukan antara yang haq dengan yang batil. Karena liberalisme sebatas semangat sebuah kebebasan dengan mengedepankan hak individu tanpa melihat dari sisi kemaslahatan secara kaffah dalam menentukan sebuah kebenaran.

Gagasan liberalisme nampak terjebak tentang makna sebuah kebebasan semu dalam memberikan sebuah penafsiran tentang kehidupan. Sehingga antara profan dan sakral tidak terjadi sebuah sinergi yang saling menguatkan dan mengokohkan. Sedangkan Islam merupakan sebuah bangunan keseimbangan antara profan dengan sakral dalam mengajarkan semangat mencari rahmat di jalan Allah dalam pencapaian menuju sebuah kebenaran haqiqi.

Melihat dari argumen tentang liberalisme dalam pandangan Islam, bahwa liberalisme tidak mengarah pada kemaslahatan antara profan dan sakral, berarti liberalisme sebatas mengarah pada kehidupan materialisme dalam memberikan makna sebuah kehidupan. Maka perlu ada sebuah keseimbangan antara profan dan sakral dalam menerjemahkan berbagai multi real tentang sebuah kehidupan. Dan Allah maha penguasa segala sesuatu, pengatur segala ciptaan di langit maupun di bumi, maka saya bersaksi tiada Tuhan selain Dia.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
...........

Paradigma Islam Tradisional Pasca Reformasi



Reformasi merupakan sebuah agenda besar dalam melakukan sebuah perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan reformasi di jadikan sebuah bentuk bangunan pembebasan dari belenggu kediktatoran dari sebuah rezim kepemimpinan. Karena reformasi merupakan salah satu proses dalam membangun sebuah peradaban bangsa secara terbuka dan berani dalam mengambil sebuah sikap, untuk mengemban amanat dan tanggung jawab suci dalam mewujudkan sebuah perubahan.

Perjalanan reformasi yang menjadi sebuah impian besar para pelopor gerakan dalam mengggulingkan rezim kepemimpinan diktator, telah mengubah paradigma kebangsaan dari tertutup menuju sebuah sistem keterbukaan. Sehingga dengan sistem terbuka mengakibatkan sebuah idiologi baru masuk keranah kebangsaan. Berangkat dari sinilah sistem keterbukaan dengan mengedepankan dalil sebuah kebebasan telah menjadikan keberagaman corak berpikir berkembang secara pesat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih jauh lagi, bahwa pasca reformasi dengan sistem keterbukaan telah masuk keranah keagamaan, agama Islam sebagai lumbung gagasan baru muncul di era reformasi dengan berbagai wajah dalam menampakkan diri saat menggagas tentang dunia ke-Islaman. Sehingga terjadilah sebuah pertarungan yang sangat gencar dalam pemahaman tentang ke-Islaman di era pasca reformasi.

Pergolakan pasca reformasi dalam dunia Islam berkembang begitu pesat dalam kajian ekonomi, sosial, politik, budaya. Mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kontroversial. Bahkan sebuah gagasan yang cenderung mengarah di luar sebuah adat kebiasaan masyarakat secara luas juga berkembang pesat. Sehingga terkadang memunculkan sebuah paradigma berseberangan antara yang satu dengan lainnya.

Reformasi merupakan salah satu pintu gerbang keterbukaan dalam memahami dan menerjemahkan beragam persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Bahkan reformasi menjadi sebuah jalan idiologi dari luar berkembang begitu pesat masuk kewilayah Indonesia, baik masalah ekonomi, sosial, budaya, politik, pendidikan maupun dalam bidang yang lain.

Keberadaan reformasi telah dijadikan alat oleh sebagian kelompok dalam menyebarkan sebuah gagasan yang menjadi sebuah idiologi. Sehingga pasca reformasi berbagai pola pikir dari paham yang menyimpang maupun paham yang ingin meluruskan agama Islam bermunculan dengan berbagai wajah yang berbeda.

Paling mencolok dalam paradigma Islam pasca reformasi merupakan pertarungan sebuah wajah besar antara liberal dengan wajah khilafah. Sehingga kedua wajah ini sering bersitegang mulai dari adu argumen sampai pertarungan yang lebih fenomenal lagi. Mengingat pertarungan antara liberal melawan khilafah merupakan sebuah pertarungan dari sebuah gagasan dan budaya dari luar nusantara.

Liberal merupakan gagasan yang datang dari bangsa barat. Sehingga paradigma berpikir dari kelompok liberal cenderung mengarah terhadap permasalahan akal dalam menafsiri sebuah kehidupan. Karena liberal menekankan kepada aspek kebebasan hak individu, tetapi kelemahan terbesar dalam liberal terletak dalam penekanan tentang masalah gagasan yang cenderung menegasikan masalah hak sosial.

Hasil olah pikir liberal sering mengadopsi dari pemikiran barat dalam menerjemahkan tentang sebuah kehidupan beragama. Berangkat dari sinilah liberal terjebak pengulangan gagasan dengan mengarah pada kebebasan semu dalam membangun paradigma berpikir. Sebab liberal cenderung pada olah konteks dalam memberikan sebuah tafsir tentang keagamaan, padahal dalam menafsirkan keagamaan tidak hanya sebatas mengandalkan tentang konteks belaka. Namun antara teks dan konteks harus mampu di sinergikan dengan tepat.

Sedangkan khilafah mengarah terhadap cara pandang tekstual dalam memberikan sebuah tafsir tentang ke-Islaman. Sehingga paradigma khilafah terjebak dalam pemahaman secara teks dan jauh dari multi real kehidupan. Berangkat dari sinilah sebuah bangunan khilafah cenderung mengadopsi paradigma gagasan budaya dari bangsa timur tengah dalam memberikan sebuah gambaran tentang Nilai-nilai ke-Islaman.

Pasca reformasi dengan ranah paradigma ke-Islaman yang berkembang dalam pertarungan idiologi liberal barat melawan khilafah timur tengah, ternyata memunculkan sebuah gagasan dari Islam tradisional sebagai penyeimbang antara liberal dengan khilafah. Sebab Islam tradisional lebih menekankan pada aspek teks dan konteks secara sinergi dalam lingkup NIlai-nilai tentang ke-Islaman. Sehingga dalam wajah Islam tradisional merupakan sebuah bentuk penerapan masyarakat pribumi dalam menggali sebuah ajaran Islam dengan konteks budaya, agar terjadi sebuah mutualisme secara real antara teks dan konteks dalam ajaran Islam.

Islam tradisional lebih cenderung mengarah menuju sebuah gagasan dari menggali nilai luhur masyarakat pribumi sendiri dalam menggagas sebuah konsep ke-Islaman. Sebab budaya timur tengah maupun budaya dari barat sangat tidak cocok dengan kepribadian masyarakat pribumi. Karena itu dengan menggali nilai luhur dalam memunculkan sebuah nilai tentang kearifan lokal dengan di masuki ajaran Islam sebagai penyeimbang antara kehidupan profan dan sakral. Berangkat dari sinilah antara kearifan lokal dapat berjalan berdampingan dengan Nilai-nilai ajaran Islam, untuk mengkaji sebuah teks dan konteks yang saling berintegrasi.

Paradigma Islam tradisional merupakan sebuah jalan tengah dalam menerjemahkan tentang Nilai-nilai ke-Islaman, agar bangsa Indonesia di era pasca reformasi mampu menggali khazanah nusantara, agar dapat di padukan antara teks dan konteks secara tepat dalam mencapai sebuah kemaslahatan umat yang berlandaskan dari ajaran suci agama Islam. Dan Allah Memberi petunjuk kepada kebenaran, atas rahmat, keagungan, dan kemuliaan-NYA.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)......................

Mensinergikan Teks Dan Konteks Dalam Islam



Benturan teks dan konteks terkadang terjadi di sebabkan salah dalam menerjemahkan atau salah dalam pemahaman sebuah teks dengan konteks secara tepat. Sehingga mengakibatkan sebuah ketidaksamaan dalam pemahaman secara benar, berangkat dari sinilah di butuhkan sebuah ta'wil secara tepat dalam memahami antara teks dan konteks.

Islam merupakan agama wahyu sebagai pedoman manusia, tetapi dalam perjalanan Islam terdapat berbagai halangan dari kaum yang tidak menyukai atas kehadiran Islam. Namun apapun itu Islam sampai hari ini tetap berdiri tegak dan kokoh di bumi Allah. Inilah anugerah terbesar bagi umat Islam saat melihat bangunan Islam begitu besar dalam realita kehidupan.

Perjalanan umat Islam di lihat dari sebuah sejarah besar, ternyata telah mengalami berbagai perbedaan pemahaman sejak di masa sahabat nabi. Sehingga kita mengenal dengan istlah Khawarij, Murji'ah, dan Syi'ah. Ketiga kelompok inilah sebagai cikal bakal sebuah perbedaan umat Islam yang lebih luas lagi dalam pemahaman tentang ajaran Islam.

Memang perbedaan merupakan sebuah rahmat agung, apabila umat Islam mampu menghargai sebuah perbedaan dengan dewasa dan tanggung jawab di setiap menghadapi sebuah perbedaan. Namun kalau sebuah perbedaan di anggap destruktif, tentu akan menghasilkan sebuah kekacauan di segala aspek kehidupan, sekaligus mengakibatkan kehancuran dalam tubuh umat Islam itu sendiri.

Perbedaan umat Islam di sebabkan sebuah multi ta'wil antara teks dan konteks tidak sejalan dengan kelompok lain. Dari sinilah umat Islam mengalami sebuah perbedaan dalam tatanan hukum maupun dalam bentuk tatanan yang lain.

Islam mengajarkan tentang sebuah kebenaran harus di tegakkan dalam kondisi apapun. Namun dalam ranah realita kehidupan, ternyata dalam tatanan masyarakat telah mengalami destruktif akhlak di sebabkan kecenderungan masyarakat mengejar profan dan meninggalkan kehidupan sakral.

Melihat perbedaan pandangan umat Islam dalam memahami tentang ajaran Islam, ternyata di sebabkan antara teks dan konteks dalam pemahaman tidak sejalan. Sehingga dapat di tebak kerancuan paradigma berpikir mengalami sebuah perbedaan yang mencolok dan menghasilkan sebuah kerancuan tatanan dalam realita kehidupan.

Multi ta'wil dalam kehidupan umat Islam merupakan sebuah rahmat yang agung, kalau antara teks dan konteks dapat di sinergikan dengan cerdas dalam mengambil sebuah kesimpulan, untuk di jadikan sumber dari segala sumber. Namun kalau multi tafsir terdapat sebuah semangat sekte buta dalam melakukan sebuah kajian tentang Nilai-nilai ke-Islaman, tanpa melihat sebuah kebenaran haqiqi. Maka sudah dapat di tebak proses dalam penafsiran tentang teks akan mengalami sebuah istilah liberal dalam menghasilkan sebuah tatanan hukum.

Kalau istilah ta'wil liberal sudah menyusup dalam dunia Islam. Maka akan terjadi sebuah dilema besar bagi tatanan lehidupan msayarakat dan tidak dapat di pungkiri kerusakan dalam ta'wil teks maupun konteks akan terjadi sebuah kerancuan dalam tatanan hukum maupun dalam tatanan lain.

Berangkat dari tulisan di atas di butuhkan sebuah terobosan yang cerdas dalam mensinergikan antara teks dan konteks dalam menghasilkan sebuah bangunan Islam, agar umat Islam mendapatkan sebuah ta'wil antara teks dan konteks dan saling melengkapi sebuah kehidupan profan dengan kehidupan sakral.

Mensinergikan teks dan konteks dalam tubuh Islam merupakan sebuah jalan pencapaian keseimbangan dalam menatap masa depan. Sehingga Islam dapat di rasakan sebuah keharmonisan kehidupan dalam tatanan keindahan dan menghasilkan sebuah bentuk bangunan secara kaffah.

Semoga Allah memberi jalan petunjuk kepada kebenaran dengan anugerah dan kemuliaan-NYA, Amiin............

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
............

Dominasi Barat Terhadap Pendidikan Indonesia



Barat dengan segudang teori mampu melakukan berbagai gebrakan dalam menguasai di segala aspek kehidupan. Bahkan pendidikan sebagai pintu gerbang sebuah peradaban, ternyata barat mampu meletakkan pondasi keilmuan dengan cerdas dalam menata berbagai paradigma klasik sampai ranah kontemporer. Sehingga dominasi paradigma barat tidak sekedar dirasakan di dalam dunia pendidikan Indonesia, tetapi mampu keseluruh wajah pendidikan yang ada di dunia dalam meletakkan pondasi paradigma keilmuan.

Kemajuan paradigma barat telah di tunjukkan sejak abad masa silam, sejak sebelum masehi dengan penemuan berbagai ilmu pengetahuan, Bahkan kita kenal dengan istlah filsafat, logika dan masih banyak lagi ilmu pengetahuan yang di telurkan paradigma barat, tentu dengan modal latar belakang keilmuan yang super canggih dimasanya, bahwa paradigma barat telah mampu melakukan dominasi ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia, tetapi yang paling parah Indonesia sebagai lubang impor gagasan barat dalam menerapkan berbagai ilmu pengetahuan.

Paradigma berpikir barat memang populer dengan istilah rasional dalam menjawab sebuah persoalan. Namun dalam perjalanan sebuah nilai rasional terkadang berbenturan dengan Nilai-nilai kearifan masyarakat lokal. Sehingga konsep barat terlihat indah dalam makna sebuah gagasan, tetapi dalam realita kehidupan tidak sejalan dengan budaya masyarakat secara luas.

Kalangan cendekiawan dan para pemikir yang berhaluan barat di masa menempuh di dunia pendidikan. Sebagian menganggap, bahwa dengan ilmu barat mampu mengubah segala paradigma Indonesia dengan cerdas, tetapi saat di terapkan dalam kehidupan nyata, ternyata mengalami sebuah benturan antara fakta dan sebuah teori, tentu membuat kaget para pengagum barat, padahal di masa kuliah menganggap gagasan barat merupakan sebuah bentuk kecerdasan dalam membangun sebuah bangsa. Namun dalam praktek di lapangan mengalami sebuah perbedaan yang sangat mencolok. Sehingga antara teks dan konteks mengalami sebuah keterpisahan satu sama lain.

Pendidikan Indonesia sebagai pintu gerbang dalam membangun sumber daya manusia, tetapi fakta di lapangan, ternyata pendidikan Indonesia dalam mengolah pola pikir cenderung mengadopsi ilmu barat. Sehingga kemampuan lulusan dari pendidikan Indonesia mengalami ketidak seimbangan antara teori dan praktek. Mengingat tidak semua gagasan barat harus di ambil dalam kehidupan masyarakat secara luas. Sebab gagasan barat banyak yang bersebarangan dengan sosial, budaya, moral dalam kehidupan masyarakat.

Gagasan barat tentang ilmu pengetahuan sangat dominan dalam berbagai aspek kehidupan. Bahkan masalah moral barat juga meletakkan pondasi dengan istilah HAM maupun humanisme sebagai tolak ukur tentang nilai sebuah bangunan moral, padahal bangunan HAM dan humanisme cenderung mengarah pada Nilai-nilai barat tentang kebebasan individu, tanpa melihat dari aspek lain. Sehingga menghasilkan sebuah hipotesis yang cenderung sepihak dalam meletakkan pondasi kemanusian secara kaffah.

Sebenarnya, kekayaan nusantara tidak kalah dengan bangunan moral barat, seperti falsafah tepa selira tidak hanya sebuah kebebasan individu dalam sebuah penilaian moral. Namun tepa selira menekankan sebuah nilai bangunan tentang keadilan dan juga penyeimbangan antara individu dan sosial dalam meletakkan sebuah gagasan tentang kehidupan, agar terjadi sebuah keseimbangan antara individu dan sosial dalam menerapkan sebuah Nilai-nilai moral.

Eksistensi dominasi barat terhadap pendidikan Indonesia dalam sebuah bangunan ilmu pengetahuan, sering kita kenal dengan istilah liberal dalam membangun sebuah nilai moral, padahal liberal versi barat sangat tidak cocok dengan bangunan moral masyarakat Indonesia. Inilah sebuah realita yang harus di pahami segenap masyarakat yang berkecimpung di dunia pendidikan.

Keberadaan pendidikan Indonesia sebagai pengejawantahan antara nilai individu dan sosial, agar terjadi saling berkesinambungan dalam menjalankan sebuah teori dan praktek di lapangan, tentu semua dibutuhkan paradigma berpikir yang cerdas dalam meggali sebuah nilai khazanah nusantara.

Sudah saatnya, bahwa pendidikan Indonesia berdiri di kaki sendiri dalam membangun sebuah konsep pendidikan yang menekankan dengan sebuah proses menggali dari khazanah nusantara. Sehingga dalam praktek di lapangan para pelajar tidak terjadi sebuah paradigma yang menggantungkan dari gagasan barat.

Melepaskan pendidikan Indonesia dari dominasi barat merupakan sebuah kewajiban dalam merekonstruksi total, agar konsep pendidikan dan isi materi dalam dunia pendidikan Indonesia mampu mencapai sebuah corak pandang dengan masyarakat nusantara. Sebab nilai tentang paradigma barat dengan istilah liberalisme, marxisme, nihilisme, positivisme, materialisme, Darwinisme dan masih banyak gagasan barat bersebarangan dengan pijakan masyarakat Indonesia.

Membangun pendidikan Indonesia di butuhkan sebuah penggalian dari khazanah nusantara, agar dalam melakukan sebuah rekonstruksi pendidikan mampu berjalan seimbang antara konsep dan realita. Bahkan para pelajar Indonesia di tuntut kreatif dan inovatif dengan gagasan keilmuan nusantara, bukan sekedar mengadopsi paradigma barat. Dan Allah memberi petunjuk kepada yang benar, tiada Tuhan selain Dia.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com).....................

Menggali Khazanah Islam Dalam Ranah Budaya Nusantara



Khazanah Islam dalam ilmu pengetahuan begitu luas keberadaannya. Bahkan air dalam tiga lautan di bumi, tidaklah cukup di jadikan tinta dalam menulis dan menggambarkan tentang keagungan Islam, tetapi dengan proses menggali khazanah Islam dalam ranah budaya di harapkan mampu mencapai sebuah perpaduan antara budaya dengan khazanah Islam secara elegan dan saling melengkapi satu sama lain.

Islam merupakan agama wahyu dari sang maha agung dengan segala yang mengajarkan berbagai moral kehidupan. Sehingga Islam di jadikan sebuah cara pandang masyarakat dalam melakukan berbagai aktivitas Sehari-hari, agar manusia tidak terjerumus dalam kesesatan.

Keberadaan khazanah Islam di nusantara dapat di jadikan sebuah inspirasi tentang sebuah nilai kehidupan masyarakat dalam menuju kehidupan sejati. Sebab Islam mengajarkan keseimbangan antara kehidupan duniawi dengan akhirat kelak. Inilah sebuah nilai Islam tentang tatanan dalam kehidupan masyarakat secara luas, untuk mencapai hidup mulia dan wafat dalam keadaan khusnul khotimah.

Menerapkan ajaran Islam dalam realita kehidupan masyarakat di butuhkan sebuah paradigma berpikir secara cerdas, tentu dengan cara menggali khazanah Islam dalam ranah budaya. Sebab khazanah Islam begitu kaya dalam ilmu pengetahuan. Maka di perlukan sebuah galian tentang khazanah Islam secara khusus dalam ranah budaya, agar terdapat sebuah perpaduan dan keseimbangan dalam mensinergikan antara budaya dengan khazanah Islam.

Sedangkan budaya nusantara merupakan sebuah nilai luhur dalam kehidupan masyarakat. Bahkan sejak dahulu kala budaya nusantara sudah berkembang dan mempengaruhi watak kehidupan masyarakat dalam kehidupan Sehari-hari.

Menggali khazanah Islam dalam ranah budaya nusantara di butuhkan sebuah tatanan nilai tentang saling menghargai, kerukunan, tenggang rasa, dan berbagai nilai positif lain, agar terjadi sebuah mutualisme antara kehidupan profan dengan kepribadian masyarakat nusantara.

Masyarakat nusantara merupakan sebuah kumpulan dari berbagai unsur budaya dan berbagai paduan norma, tentu semua lahir dari semangat dalam melakukan sebuah rekonstruksi paradigma pemikiran dalam aktivitas masyarakat secara universal dengan menjunjung tinggi keadilan di bumi nusantara.

Menggali khazanah Islam dapat memicu pola pikir baru dalam kehidupan masyarakat, agar budaya nusantara dapat berjalan secara berdampingan dengan khazanah Islam. Sebab khazanah Islam merupakan ruh kehidupan umat manusia. Sedangkan budaya merupakan kepribadian masyarakat dalam kehidupan Sehari-hari. Inilah sebuah konsep sederhana tentang khazanah Islam dan budaya dalam menata tatanan kehidupan masyarakat secara cerdas.

Perkembangan khazanah Islam dalam ranah budaya nusantara Indonesia merupakan sebuah integrasi antara ruh dan kepribadian masyarakat dalam mengemban sebuah tanggung jawab suci sebagai insan manusia. Sehingga terdapat sebuah nilai profan dan sakral secara indah dalam realita kehidupan masyarakat secara kaffah.

Memang tidak dapat di pungkiri dalam kehidupan budaya masyarakat terkadang terdapat sebuah nilai yang bertentangan dengan nilai khazanah Islam. Maka semua itu di butuhkan sebuah paradigma berpikir baru dalam mensinergikan antara nilai Islam dengan budaya, tentu semua tak lepas dalam menggali khazanah Islam dalam ranah budaya nusantara.

Keberadaan budaya nusantara begitu luas dalam kehidupan masyarakat. Berangkat dari situlah diperlukan sebuah tatanan nilai kearifan lokal dengan mensinergikan dengan khazanah Islam dalam melakukan berbagai pelaksanaan dalam kehidupan Sehari-hari. Sehingga khazanah Islam dengan budaya nusantara mampu mencapai sebuah bangunan nilai antara ruh dan kepribadian secara sehat dan sempurna ditengah-tengah kehidupan masyarakat secara universal. Allah maha kuasa atas apa yang Dia kehendaki. Allah maha mengetahui segala. Dan Dia maha penolong yang paling baik.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)......................

Pendidikan Indonesia Dalam Kubangan Paradigma Bangsa Barat




Pendidikan Indonesia sejak SD sampai tingkat perguruan tinggi, tak di nyana dan tak di kira dalam keilmuan hampir seratus persen mengadopsi bagian dari paradigma bangsa barat, Bahkan ironis kekayaan pemikiran di kawasan nusantara di telan habis dalam pola pikir bangsa barat. Inilah bentuk keprihatinan terbesar dari kalangan masyarakat yang perduli atas keselamatan dari masyarakat bangsa nusantara dari dogma bangsa barat yang saat ini berkembang pesat dalam dunia pendidikan Indonesia.

Bangsa Indonesia merupakan negara dengan tingkat pendidikan yang masih cenderung mengekor dalam teori berbagai ilmu pengetahuan, bagaimana tidak? pendidikan Indonesia masih mengadopsi sejumlah besar teori tentang paradigma bangsa barat yang tidak sejalan dengan falsafah nusantara. Sehingga wajar banyak para cendekiawan Indonesia yang tegila-gila dengan gagasan bangsa barat, tetapi lupa dengan gagasan teori yang sejalan dengan budaya dalam kehidupan masyarakat secara luas.

Soekarno merupakan tokoh besar dengan gagasan pancasila tak lepas dari menggali kekayaan nusantara, tetapi para cendekiawan Indonesia saat ini cenderung mengadopi paradigma pemikiran bangsa barat, baik berupa teori positivisme, liberalisme, nihilisme, pluralisme, marxisme, kapitalisme, materialisme, dan masih banyak lagi istilah paradigma pemikiran bangsa barat yang tumbuh berkembang di nusantara Indonesia. Namun sayangnya para cendekiawan yang di harapkan mampu mengimbangi paradigma bangsa barat malah terejerat dengan konsep bangsa barat. Sungguh ini merupakan peristiwa yang sangat ironis atas nasib pendidikan di tanah nusantara Indonesia.

Impor pengetahuan bangsa barat merupakan penerapan yang syah dalam memperoleh ilmu pengetahuan, apabila dalam pengejawantahan tak lupa dengan menggali kekayaan masyarakat nusantara itu sendiri dalam mendisplinkan antara ilmu pengetahuan bangsa barat dengan konteks kepentingan masyarakat nusantara, tetapi kalau hanya sebatas mengadopsi dari paradigma pemikiran bangsa barat dan di bawa kewilayah nusantara, berarti tak ada bedanya hanya sebatas memperpanjang kaki tangan idiologi bangsa barat.

Ilmu pengetahuan dengan segudang teori bangsa barat memang begitu sistematis masuk kewilayah pendidikan Indonesia dengan rapi. Sehingga banyak kalangan pelajar yang lupa kacang atas kulitnya, entah ini sebuah tindakan di sengaja bangsa barat atau memang ketidak mampuan para cendekiawan nusantara membendung gagasan bangsa barat.

Paradigma gagasan bangsa barat begitu cerdas membius sebagian besar para pelajar Indonesia, tentu semua tak lepas dari para Duta-duta cendekiawan bangsa barat, baik datang dari para cendekiawan bangsa barat itu sendiri, pada saat masuk kedunia pendidikan Indonesia atau datang dari duta cendekiawan masyarakat pribumi itu sendiri.

Keberadaan pendidikan Indonesia saat ini dalam kubangan paradigma bangsa barat. Nah! untuk melepaskan diri dari kubangan paradigma bangsa barat, sudah saatnya para cendekiawan melakukan penggalian ilmu dari khazanah nusantara, bahwa para cendekiawan nusantara harus mampu membuktikan diri dalam membangun sebuah teori dengan tidak mengekor konsep bangsa barat yang tumbuh berkembang secara pesat di dunia pendidikan Indonesia saat ini.

Ekspansi ilmu pengetahuan bangsa barat begitu deras menerpa bangsa Indonesia, kalau tidak sekarang melakukan sebuah gagasan dalam membendung teori bangsa barat, lalu kapan ekspansi ilmu pengetahuan bangsa barat akan berakhir? Inilah tantangan para pelajar Indonesia dalam menjawab gagasan bangsa barat yang saat ini banyak di gandrungi para pelajar dengan menamakan diri para kaum liberal.

Membendung keilmuan bangsa barat yang berpaham tak sejalan dengan ruh masyarakat nusantara di perlukan sebuah penggalian ilmu pengetahuan dari dalam maupun dari luar, tentu dengan berlandaskan Islam sebagai pengejawantahan dalam kehidupan akhirat maupun dalam kehidupan dunia. Semoga Allah membimbing kami dengan ilmu yang berkah dan bermanfa'at, Amiin......

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
.........

Membedah Paradigma Barat, Membangun Paradigma Islam




Paradigma pada dunia pendidikan Indonesia, tak lepas dari pengaruh paradigma barat dalam menjelaskan beragam persoalan tentang kehidupan. Bahkan yang sungguh memprihatinkan banyak pelajar yang taklid buta dengan paradigma barat dengan mengamini, tanpa ada sebuah kritik maupun upaya dalam melakukan sebuah kajian ulang tentang paradigma barat.

Membedah paradigma barat di butuhkan sebuah analisa tentang Pokok-pokok ajaran barat dalam melakukan beragam kajian. paradigma barat cenderung mengarah tentang masalah logika, padahal logika yang di bangun paradigma barat hanya mengambil satu kajian dalam makna Sepotong-potong dalam menerjemahkan sebuah persoalan, dan setelah itu mengambil sebuah kesimpulan, tanpa melihat Premis-premis kecil yang lain.

Sedangkan paradigma Islam berupaya membangun pondasi ilmu pengetahuan dengan bentuk sebuah keseimbangan antara teks maupun konteks. Sehingga menghasilkan sebuah pola pikir yang kaffah dan tidak cenderung mengarah pada satu dalil dalam mengambil di setiap persoalan.

Bangsa barat sangat pandai bermain dalam wilayah rasional, untuk mengungkapkan sebuah yang di anggap kebenaran, padahal kebenaran yang di bangun cenderung kebenaran semu dalam menerjemahkan sebuah persoalan, tetapi sangat mengherankan banyak dari kaum pelajar di seluruh dunia yang tergila-gila dengan bangunan paradigma barat dalam mencari sebuah kebenaran.

Memang sangat di akui, bahwa logika dalam pemahaman barat telah di jadikan alat mencari sebuah kebenaran, tetapi logika paradigma barat hanya bertumpu pada kekuatan rasio, padahal permasalahan kehidupan sangat kompleks, tidak hanya sebatas masalah logika, namun jauh dari itu banyak misteri kehidupan yang tidak dapat di ungkap secara rasional. Kalau segala problem di selesaikan dengan kekuatan rasio, tentu akan menghasilkan sebuah kajian yang tidak seimbang dalam menerjemahkan sebuah persoalan.

Bangunan Islam dalam melakukan sebuah rekonstruksi paradigma pemikiran, tak lepas antara teks maupun konteks dalam menerjemahkan dalam sebuah persoalan, agar dalam melakukan sebuah permainan logika tidak mengalami over rasio yang mengakibatkan destruktif dari sisi yang lain.

Wajah paradigma barat cenderung pada satu sisi rasio dalam menerjemahkan sebuah persolan, Misalnya masalah paradigma kapitalisme cenderung satu sisi tentang kebebasan individu, begitu juga marxisme cenderung mengarah kediktatoran sosial. Berangkat dari dua contoh inilah, bahwa paradigma barat terjebak dalam satu sisi analisa dalam kajian, tetapi Islam mengajarkan secara kaffah dalam kehidupan.

Persoalan kehidupan begitu kompleks dalam tatanan sosial, tentu tidak hanya dapat di cari dalam satu sisi, tetapi harus di terjemahkan dalam beragam sisi, agar terjadi sebuah keseimbangan dalam mengkaji sebuah persoalan, dan semua itu di butuhkan sebuah kajian dalam bangunan secara lengkap dalam mengambil sebuah kesimpulan.

Liberal merupakan bagian dari ajaran bangsa barat tentang kebebasan, tetapi liberal dalam pemahaman para penggila gagasan paradigma barat, ternyata cenderung terjebak dalam kebebasan individu dan paling banter kebebasan dalam kelompoknya. Sehingga gagasan liberal yang di bangun barat hanya sebatas pada nilai secara parsial. Sedangkan bangunan dalam paradigma Islam tidak hanya sebatas sebuah pada Nilai-nilai kebebasan individu maupun kebebasan kelompok, tetapi membangun sebuah pondasi tentang Nilai-nilai kemanusiaan, moral, keadilan, kesejahteraan dan masih banyak lagi dalam ulasan tentang kehidupan.

Membedah paradigma barat tak lepas dari sebuah kajian tentang rasio dalam setiap memaparkan sebuah dalil, tetapi Islam berbicara melalui perpaduan antara jiwa dan akal dan di bungkus dalam istilah wahyu, tentu Islam berusaha membangun sebuah tatanan paradigma secara kaffah dalam kehidupan masyarakat secara luas.

Dari ulasan diatas dapat di ambil sebuah pemahaman, bahwa paradigma barat hanya mengambil satu sisi dalam menerjemahkan tentang sebuah persolan, tetapi Islam mengambil dari berbagai sisi secara kaffah, agar terjadi sebuah corak pandang yang bijaksana dalam mencari sebuah kesimpulan. Dan Allah lebih mengetahui segala Ilmu, Dia menciptakan dan memilih apa saja yang di kehendaki-NYA.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)....................

Marxisme Dalam Pandangan Islam



Marxisme merupakan wajah dari manifesto komunis yang di gagas karl Marx dalam bentuk pemikiran tentang ekonomi dan negara, tetapi tak jarang filsafat yang di bangun Karl Marx menyerang agama dengan tuduhan, bahwa agama adalah candu, tentu bangunan filsafat Marxisme membuat para agamawan tersentak dengan gagasan Karl Marx atas sejumlah bangunan argumen yang di bangun dalam filsafat Marxisme.

Marxisme dalam paradigma pemikiran mengedepankan masalah penyamarataan tentang ekonomi antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin, tetapi konsep yang di bangun Karl Marx cenderung mengarah kepada kediktatoran sosial, padahal manusia di ciptakan dalam bentuk sosial maupun individu dalam realita kehidupan.

Gagasan Karl Marx tentang penyamarataan merupakan sebuah pertarungan yang di paksakan, sebab manusia dalam aksiologi dan epistemologi mempunyai sebuah perbedaan. Sehingga bangunan filsafat Karl Marx terbentur dengan sebuah realita aksiologi dan epitemologi dalam menerjemahkan sebuah kehidupan. Bahkan bangunan filsafat marxisme cenderung sepihak tanpa menganalisa tentang sebuah keberagaman.

Manusia dalam realita kehidupan merupakan bentuk sebuah keberagaman. Sehingga manusia tak dapat di sama ratakan dalam makna aksiologi maupun epistemologi. Sebab Allah dalam menciptakan manusia dalam bentuk perbedaan, tentu perbedaan melalui sebuah ekonomi, sosial, budaya, politik, dan masih banyak lagi perbedaan yang lain. Namun Islam mengajarkan, bahwa antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin harus saling berkesinambungan antara satu dengan yang lain, bahwa masyarakat kaya berkewajiban membantu masyarakat miskin melalui istilah zakat, sedekah dan masih banyak lagi istilah dalam Islam tentang hubungan masyarakat kaya dengan masyarakat miskin.

Pandangan Islam tentang marxisme, bahwa filsafat Marxisme terlalu kaku dalam menerjemahkan tentang realita kehidupan, sebab Marxisme hanya mengambil sisi penyamarataan belaka, tanpa melihat dari sisi yang lain, padahal kehidupan mempunyai keberagaman nilai dalam fakta di lapangan.

Gagasan Marxisme hanya berkutat pada ontologi belaka. Sehingga ajaran marxisme cenderung satu pihak dalam menerjemahkan realita kehidupan, padahal manusia dalam realita kehidupan telah mengalami sebuah perbedaan yang amat besar. Inilah konsep marxisme telah terjebak dalam bentuk parsial dan tidak menyentuh secara universal kehidupan.

Kesalahan marxisme dalam menerjemahkan teologi hanya berkutat pada pemahaman sepihak, tanpa melihat secara dalam makna teologi antara yang tersirat maupun tersurat, agar mempunyai keseimbangan dalam penilaian tentang sebuah realita teologi.

Serangan marxisme yang paling dahsyat tentang agama dengan mengatakan, bahwa agama adalah candu, kalau melihat dari argumen marxisme tersebut, berarti marxisme hanya melihat dari sudut pandang negatif, tanpa melihat sudut pandang yang lain. Nah! dari sinilah dapat di katakan, bahwa marxisme dalam menerjemahkan sebuah realita keagamaan hanya berkubang satu pihak, lalu membuat sebuah kesimpulan, tanpa melihat dari sisi yang lain.

Islam dalam memandang marxisme, bahwa marxisme terjebak dalam filsafat yang berpangkal pada ontologi, tanpa melihat Premis-premis kecil yang berdasarkan kepada epistemologi dan aksiologi, agar dalam menganalisa filsafat kehidupan tidak sepotong-potong, lalu menyimpulkan dengan lugas tanpa melihat fakta di lapangan.

Sedangkan dalam Islam manusia di hadapan Allah adalah sama, tetapi yang membedakan adalah sebuah bentuk keimanan. Nah! dari sinilah Islam secara ontologi menyamakan kedudukan manusia, namun dalam dataran epistemologi dan aksiologi telah mengalami sebuah perbedaan. Karena Islam merupakan sebuah kumpulan antara hak individu dan hak sosial secara seimbang.

Keberadaan gagasan Marxisme terjebak pada nilai sosial, tetapi telah mengingkari dalam pengejawantahan tentang hak individu. Sedangkan Islam berusaha menyeimbangkan antara kepentingan individu dengan sosial, bukan menegasikan antara satu dengan yang lain. Dan Allah maha pemberi jalan petunjuk bagi siapa yang di kehendaki-NYA

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
..........

Kapitalisme Dalam Perspektif Islam




Kapitalisme merupakan bentuk ekonomi dengan menekankan kebebasan individu dalam mengeruk sebuah keuntungan. Namun dalam perjalanan kapitalisme cenderung mengarah kebebasan tanpa melihat sisi dalam kehidupan masyarakat secara luas. Karena cenderung mengarah dalam bentuk pasar bebas. Sehingga dalam kehidupan masyarakat miskin telah di jadikan obyek pasar. Sebab sebuah ekonomi dalam bentuk kapitalisme telah di kuasai segelintir para kaum kapital dalam mengeksploitasi berbagai sumber ekonomi.

Keberadaan kapitalisme memang menjadi buah simalakama bagi masyarakat miskin. Sebab pasar telah di kuasai segelintir masyarakat dan tentu yang menguasai ekonomi pasar adalah para pemilik modal. Sedangkan masyarakat yang mengandalkan tenaga dalam bekerja, ternyata nasib mereka sangat jauh dari sebuah kesejahteraan. Sebab ekonomi mereka sudah menggantungkan diri terhadap para pemilik kapital. Karena pasar telah di kuasai para kapital dengan begitu perkasa dalam sebuah bangunan ekonomi.

Sebuah kapitalisme dalam kehidupan masyarakat telah terjadi sebuah pasar ekonomi yang sangat merugikan bagi masyarakat miskin. Sebab kompetisi dalam dunia ekonomi telah di kuasai oleh para pemilik kapital, padahal sudah seharusnya antara pemilik kapital dengan masyarakat pekerja harus saling berkesinambungan satu sama lain, agar terjadi sebuah fakta di lapangan secara saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.

Perjalanan kapitalisme dalam kehidupan masyarakat modern telah mempengaruhi sebuah realita kehidupan masyarakat, bahwa bentuk pasar bebas telah di kuasai para pemilik kapital. Sehingga menghasilkan sebuah nilai dengan istilah yang tak asing lagi di dengar, yaitu: yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin semakin miskin, tentu di karenakan kapitalisme telah merusak Sendi-sendi sistem ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Sebab ekonomi hanya di kuasai segelintir orang dan para pemilik kapitallah yang menguasainya.

Sedangkan dalam ajaran Islam telah mengajarkan sebuah hubungan yang sehat, tentu tidak sebatas dengan istilah kebebasan, tetapi lebih mengarah sebuah tatanan yang saling menguntungkan antara yang satu dengan yang lainnya, apalagi dalam konsep ekonomi Islam sangat menentang mencari sebuah harta dengan cara haram, baik melalui proses riba, mencuri, menipu atau dalam bentuk kecurangan lain. Sehingga Islam berusaha menata ekonomi berdasarkan pada Nilai-nilai kemaslahatan dan sehat dalam berekonomi.

Islam sangat menekankan sebuah ekonomi dengan istilah ekonomi yang saling berkesinambungan dan tidak saling merugikan. Sehingga ekonomi Islam bukan hanya sebatas ekonomi dengan sebuah bahasa tentang kebebasan individu maupun sosial dalam membangun sebuah ekonomi., tetapi Islam membangun sebuah ekonomi dalam meraih sebuah kesejahteraan dengan jalan keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat secara universal.

Islam menilai bangunan ekonomi kapitalisme merupakan sebuah bentuk tentang teori ekonomi yang mengarah kepada kebebasan individu. Namun menegasikan sebuah Nilai-nilai ekonomi masyarakat secara universal. Sehingga kapitalisme cenderung mengarah dalam konsep parsial dan tidak menyentuh ekonomi dalam landasan keadilan masyarakat, sebab kapitalisme telah membuat sebuah formulasi tentang kebebasan dalam berkompetisi dengan cara memperkaya diri, tanpa menghiraukan dari sisi kemanusiaan secara luas dalam kehidupan masyarakat.

Berangkat dari uraian di atas, berarti sudah semestinya dalam membangun sebuah bangunan ekonomi yang berdasarkan kepada kesejahteraan masyarakat secara luas, keadilan dan berbagai Nilai-nilai yang bersumber dalam pengejawantahan tentang budi luhur dalam kehidupan masyarakat secara universal. Sedangkan kapitalisme yang terjadi dalam realita kehidupan cenderung mengarah kepada diktator kapital. Sehingga menghasilkan sebuah fakta di lapangan tentang keserakahan para kapital dalam membangun tatanan ekonomi, sebab kapitalisme berpangkal kepada falsafah materialisme dalam menerjemahkan sebuah Nilai-nilai tentang kehidupan. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang di kehendaki-NYA, tanpa sebuah perhitungan.

Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........
.........