Sunday 27 December 2015

Menggali Al-Qur'an: Mushaf Ali Bin Abi Thalib dan Mushaf Utsmani


By: Khoirul Taqwim

Keberadaan Mushaf Utsmani yang menjadi bacaan dan hafalan bagi para pengkaji Al-Qur'an di berbagai wilayah dunia menjadikan ruh dari sumber segala sumber ajaran agama Islam, tetapi untuk keberlangsungan umat dalam menambah kekayaan umat Islam, ternyata membutuhkan kajian kembali tentang Mushaf Ali Bin Abi Thalib yang lama terpendam dalam sejarah, untuk di kaji kembali dan dikomparasikan dengan Mushaf Utsmani, supaya kekayaan Mushaf Al-Qur'an semakin kaya dalam kajian khazanah ke-Islaman.

Perbedaan umat Islam dalam pemahaman dan penulisan mushaf Al-Qur'an sejak zaman sahabat sampai saat ini, ternyata memperkaya kekayaan khazanah intelektual Islam, bahkan perbedaan cara penulisan Mushaf Al-Qur'an sejak zaman kenabian sudah berlangsung. Berangkat dari sinilah, bahwa penulisan Mushaf Al-Qur'an memang mengalami perbedaan sejak zaman dahulu sampai saat ini. Sehingga perbedaan itu menambah kekayaan umat di dalam mengkaji nilai-nilai ke-Islaman.

Ketika kita mencoba menggali tentang Mushaf Ali Bin Abi Thalib dan menggali Mushaf Utsmani, tentunya terlintas di dalam pikiran kita, untuk mengkomparasikan kedua Mushaf Al-Qur'an yang populer dikalangan umat Islam, khususnya bagi para penggali Mushaf Al-Qur'an di dalam mencari sebuah kebenaran antara pemahaman dan pemikiran Mushaf Ali Bin Abi Thalib dengan Mushaf Utsmani.

Dengan melihat kedua Mushaf Al-Qur'an antara Ali Bin Abi Thalib dengan Mushaf Utsmani, mari kita pahami mushaf tersebut, melalui kajian dibawah ini:

Mushaf Ali bin Abi Thalib memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh mushaf lainnya. Karakter khusus mushaf Ali Bin Abi Thalib adalah: ayat dan surat tersusun rapi sesuai dengan urutan turunnya. Berangkat dari sinilah ayat-ayat makkiyah diletakkan sebelum ayat-ayat madaniyah, ayat-ayat yang turun masa awal diletakkan lebih dahulu dari pada ayat-ayat yang turun belakangan.

Dari uraian diatas dapat dikatakan, bahwa Mushaf Ali Bin Abi Thalib proses pengumpulan Mushaf Al-Qur’an berdasarkan “urutan turunnya” (tartib nuzul). Maka tidak jarang Mushaf Ali Bin Abi Thalib di dalam dunia tulis dikatakan lebih mendekati kebenaran wahyu Ilahi dibanding Mushaf lainnya. Mengingat Mushaf Ali Bin Abi Thalib di tulis secara runut di banding Mushaf Usmani dan lain sebagainya.

Sedangkan Ciri-ciri mushaf Utsmani adalah: Susunannya seperti yang banyak beredar saat ini, hanya ada perbedaan sedikit dengan beberapa mushaf sahabat dalam susunan atau urutan surat. Misalnya jika mushaf sahabat lainnya meletakkan Surat Yunus masuk dalam tujuh surat besar dan di urutuan ke-7.

Berangkat dari uraian diatas tidak jarang yang mengatakan, bahwa Mushaf Utsmani hasil dari ijtihad para sahabat dalam pemaham tentang dunia tulis wahyu Ilahi.

Mushaf Ali Bin Abi Thalib dengan Mushaf Utsmani menjadikan kedua Mushaf sebagai kekayaan umat Islam, untuk terus digali sebagai kekayaan Ilmu Pengetahuan bagi umat Islam, sekaligus menjadi bahan rujukan dalam mengembangkan kekayaan Ilmu pengetahuam Islam.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan nikmat kepada para penggali Mushaf Usmani dan Mushaf Ali Bin Abi Thalib, Amin............

Ateis Dalam Pandangan Islam


By: Khoirul Taqwim

Tak sedkit para pemikir Ilmu yang mengedepankan cara pandang melalui rasionalitas menganggap bahwa agama itu candu, bahkan menganggap Tuhan itu sudah mati. Sehingga memunculkan gagasan ateis atau disebut dengan istilah orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Berangkat dari sinilah dibutuhkan analisa yang tajam tentang keberadaan Tuhan dalam pandangan ateis maupun dalam pandangan Islam.

Bagi orang yang beriman tentunya mempercayai keberadaan Tuhan itu ada, tetapi bagi orang ateis menganggap Tuhan hanya sebatas bualan belaka. Bahkan lebih jauh lagi kitab-kitab suci dianggap hanya sebatas dongeng semata.

Ajaran ateis mengedepankan rasionalitas yang cenderung mengarah untuk menegasikan sebuah logika jiwa. Sehingga mereka para pengagum ateis lebih berkutat kepada logika akal dengan menegasikan logika jiwa. Sehingga paradigma kaum ateis lebih cenderung menonjolkan akal belaka, padahal akal terkadang tertipu hanya sebatas dalam indera penglihatan semata, tetapi tidak mampu melihat misteri dibalik suatu kondisi yang lebih rumit, sedangkan keberadaan logika akal tak jarang belum mampu menembusnya.

Kaum ateis menganggap alam semesta hanya sebatas hasil evolusi belaka, begitu juga manusia lahir dari hasil evolusi semata, bahkan lebih jauh lagi agama samawi tak lepas dari hasil evolusi kepercayaan sederhana yaitu: hasil dari evolusi kepercayaan totemisme, animisme dan dinamisme. Sehingga keyakinan tentang adanya sang maha pencipta tak lepas dari hasil evolusi keyakinan sederhana lalu menuju hasil agama samawi.

Melihat realitas tentang adanya pemahaman ateis yang mulai merasuki paradigma pemikiran para pelajar, baik pelajar dari barat maupun para pelajar dari timur, tentunya menjadi permasalahan besar bagi lembaga pendidikan dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, untuk terus berupaya memberikan pemahaman secara gamblang dan jujur, untuk memilah antara logika akal dengan logika jiwa, supaya dua logika ini tidak saling tumpang tindih.

Ketika logika akal cenderung berlebihan dalam memberikan penjelasan tentang permasalahan kehidupan, tentunya yang ada nantinya akan memunculkan sebuah paradigma pemikiran ateis. Karena keyakinan dalam beragama dikupas melalui logika akal semata, tanpa melihat logika jiwa. Begitu juga kalau lebih mengedepankan logika jiwa sehingga akan memunculkan pola pikir mitologi yang berlebihan. Sehingga segala permasalahan dikaitkan dengan logika jiwa, tanpa melihat logika olah akal.

Berangkat dari pemahaman diatas Islam mengajarkan suatu olah pikir yang mengambil jalan tengah, bahwa antara logika akal dengan logika jiwa sudah seharusnya saling mengisi antara satu sama lain, tentunya untuk menguatkan keimanan bagi umat Islam, bukan malah mengambil satu sisi dan berakibat melemahkan keimanan.

Islam jelas mengajarkan bagi umat Islam untuk mngimani adanya Allah. Bahkan seseorang tidak dikatakan beriman hingga dia mengimani adanya Allah. Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah. 

Islam juga mengajarkan untuk mengimani uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah.

Islam juga mengajarkan untuk mengimani kepada kitab-kitab Allah, bahwa seluruh kitab Allah adalah firman-Nya dan bukanlah ciptaanNya. 

Islam juga mengajarkan untuk mengimani kepada para rasul Allah, bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, 

Islam juga mengajarkan untuk mengimani kepada hari akhir, dan pada substansinya Islam mengajarkan rukun Iman yang terdiri dari: Beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat Allah, beriman kepada Kitab-kitab Allah, beriman kepada Para Nabi dan Rasul Allah, beriman kepada hari kiamat,  beriman kepada Qada dan Qadar.

Kembali kepada gagasan ateis yang tidak mempercayai akan adanya Tuhan, berarti ateis sama dengan mengingkari keberadaan rukun iman. Sehingga ateis sangat tidak sejalan dengan ajaran Islam yang mempercayai adanya rukun iman.

Berangkat dari argumen diatas berarti ajaran ateis sangat bertentangan dengan ajaran Islam, apalagi Islam mengajarkan Tauhid Uluhiyyah yaitu: mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun yang batin, begitu juga Islam mengajarkan bentuk Tauhid Rububiyyah yaitu: mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan manusia maupun keadaan alam semesta.

Semoga Allah memberi petunjuk dan jalan kebaikan bagi mereka yang mau memahami makna keimanan yang tersurat maupun yang tersirat, Amin......

82. Blus Silang Antik @Rp. 20.000




Harga Promo Blus Silang Antik dengan harga obral murah perbiji Rp. 35.000. Sedangkan bagi yang mau beli 10 biji dengan harga promo Rp. 20.000 perbiji. Dan bagi yg berminat bisa menghubungi nomor telepon 085-647-217-538, Pin BBM 7d2a8bc2, WA 085736726474.

Menggali Al-Qur'an: Mushaf Ali Bin Abi Thalib dan Mushaf Utsmani


By: Khoirul Taqwim

Keberadaan Mushaf Utsmani yang menjadi bacaan dan hafalan bagi para pengkaji Al-Qur'an di berbagai wilayah dunia menjadikan ruh dari sumber segala sumber ajaran agama Islam, tetapi untuk keberlangsungan umat dalam menambah kekayaan umat Islam, ternyata membutuhkan kajian kembali tentang Mushaf Ali Bin Abi Thalib yang lama terpendam dalam sejarah, untuk di kaji kembali dan dikomparasikan dengan Mushaf Utsmani, supaya kekayaan Mushaf Al-Qur'an semakin kaya dalam kajian khazanah ke-Islaman.

Perbedaan umat Islam dalam pemahaman dan penulisan mushaf Al-Qur'an sejak zaman sahabat sampai saat ini, ternyata memperkaya kekayaan khazanah intelektual Islam, bahkan perbedaan cara penulisan Mushaf Al-Qur'an sejak zaman kenabian sudah berlangsung. Berangkat dari sinilah, bahwa penulisan Mushaf Al-Qur'an memang mengalami perbedaan sejak zaman dahulu sampai saat ini. Sehingga perbedaan itu menambah kekayaan umat di dalam mengkaji nilai-nilai ke-Islaman.

Ketika kita mencoba menggali tentang Mushaf Ali Bin Abi Thalib dan menggali Mushaf Utsmani, tentunya terlintas di dalam pikiran kita, untuk mengkomparasikan kedua Mushaf Al-Qur'an yang populer dikalangan umat Islam, khususnya bagi para penggali Mushaf Al-Qur'an di dalam mencari sebuah kebenaran antara pemahaman dan pemikiran Mushaf Ali Bin Abi Thalib dengan Mushaf Utsmani.

Dengan melihat kedua Mushaf Al-Qur'an antara Ali Bin Abi Thalib dengan Mushaf Utsmani, mari kita pahami mushaf tersebut, melalui kajian dibawah ini:

Mushaf Ali bin Abi Thalib memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh mushaf lainnya. Karakter khusus mushaf Ali Bin Abi Thalib adalah: ayat dan surat tersusun rapi sesuai dengan urutan turunnya. Berangkat dari sinilah ayat-ayat makkiyah diletakkan sebelum ayat-ayat madaniyah, ayat-ayat yang turun masa awal diletakkan lebih dahulu dari pada ayat-ayat yang turun belakangan.

Dari uraian diatas dapat dikatakan, bahwa Mushaf Ali Bin Abi Thalib proses pengumpulan Mushaf Al-Qur’an berdasarkan “urutan turunnya” (tartib nuzul). Maka tidak jarang Mushaf Ali Bin Abi Thalib di dalam dunia tulis dikatakan lebih mendekati kebenaran wahyu Ilahi dibanding Mushaf lainnya. Mengingat Mushaf Ali Bin Abi Thalib di tulis secara runut di banding Mushaf Usmani dan lain sebagainya.

Sedangkan Ciri-ciri mushaf Utsmani adalah: Susunannya seperti yang banyak beredar saat ini, hanya ada perbedaan sedikit dengan beberapa mushaf sahabat dalam susunan atau urutan surat. Misalnya jika mushaf sahabat lainnya meletakkan Surat Yunus masuk dalam tujuh surat besar dan di urutuan ke-7.

Berangkat dari uraian diatas tidak jarang yang mengatakan, bahwa Mushaf Utsmani hasil dari ijtihad para sahabat dalam pemaham tentang dunia tulis wahyu Ilahi.

Mushaf Ali Bin Abi Thalib dengan Mushaf Utsmani menjadikan kedua Mushaf sebagai kekayaan umat Islam, untuk terus digali sebagai kekayaan Ilmu Pengetahuan bagi umat Islam, sekaligus menjadi bahan rujukan dalam mengembangkan kekayaan Ilmu pengetahuam Islam.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan nikmat kepada para penggali Mushaf Usmani dan Mushaf Ali Bin Abi Thalib, Amin............