Wednesday, 18 November 2015

Paradigma Islam Tradisional Pasca Reformasi


By: Khoirul Taqwim

Reformasi merupakan sebuah agenda besar dalam melakukan sebuah perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan reformasi di jadikan sebuah bentuk bangunan pembebasan dari belenggu kediktatoran dari sebuah rezim kepemimpinan. Karena reformasi merupakan salah satu proses dalam membangun sebuah peradaban bangsa secara terbuka dan berani dalam mengambil sebuah sikap, untuk mengemban amanat dan tanggung jawab suci dalam mewujudkan sebuah perubahan.

Perjalanan reformasi yang menjadi sebuah impian besar para pelopor gerakan dalam mengggulingkan rezim kepemimpinan diktator, telah mengubah paradigma kebangsaan dari tertutup menuju sebuah sistem keterbukaan. Sehingga dengan sistem terbuka mengakibatkan sebuah idiologi baru masuk keranah kebangsaan. Berangkat dari sinilah sistem keterbukaan dengan mengedepankan dalil sebuah kebebasan telah menjadikan keberagaman corak berpikir berkembang secara pesat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih jauh lagi, bahwa pasca reformasi dengan sistem keterbukaan telah masuk keranah keagamaan, agama Islam sebagai lumbung gagasan baru muncul di era reformasi dengan berbagai wajah dalam menampakkan diri saat menggagas tentang dunia ke-Islaman. Sehingga terjadilah sebuah pertarungan yang sangat gencar dalam pemahaman tentang ke-Islaman di era pasca reformasi.

Pergolakan pasca reformasi dalam dunia Islam berkembang begitu pesat dalam kajian ekonomi, sosial, politik, budaya. Mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kontroversial. Bahkan sebuah gagasan yang cenderung mengarah di luar sebuah adat kebiasaan masyarakat secara luas juga berkembang pesat. Sehingga terkadang memunculkan sebuah paradigma berseberangan antara yang satu dengan lainnya.

Reformasi merupakan salah satu pintu gerbang keterbukaan dalam memahami dan menerjemahkan beragam persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Bahkan reformasi menjadi sebuah jalan idiologi dari luar berkembang begitu pesat masuk kewilayah Indonesia, baik masalah ekonomi, sosial, budaya, politik, pendidikan maupun dalam bidang yang lain.

Keberadaan reformasi telah dijadikan alat oleh sebagian kelompok dalam menyebarkan sebuah gagasan yang menjadi sebuah idiologi. Sehingga pasca reformasi berbagai pola pikir dari paham yang menyimpang maupun paham yang ingin meluruskan agama Islam bermunculan dengan berbagai wajah yang berbeda.

Paling mencolok dalam paradigma Islam pasca reformasi merupakan pertarungan sebuah wajah besar antara liberal dengan wajah khilafah. Sehingga kedua wajah ini sering bersitegang mulai dari adu argumen sampai pertarungan yang lebih fenomenal lagi. Mengingat pertarungan antara liberal melawan khilafah merupakan sebuah pertarungan dari sebuah gagasan dan budaya dari luar nusantara.

Liberal merupakan gagasan yang datang dari bangsa barat. Sehingga paradigma berpikir dari kelompok liberal cenderung mengarah terhadap permasalahan akal dalam menafsiri sebuah kehidupan. Karena liberal menekankan kepada aspek kebebasan hak individu, tetapi kelemahan terbesar dalam liberal terletak dalam penekanan tentang masalah gagasan yang cenderung menegasikan masalah hak sosial.

Hasil olah pikir liberal sering mengadopsi dari pemikiran barat dalam menerjemahkan tentang sebuah kehidupan beragama. Berangkat dari sinilah liberal terjebak pengulangan gagasan dengan mengarah pada kebebasan semu dalam membangun paradigma berpikir. Sebab liberal cenderung pada olah konteks dalam memberikan sebuah tafsir tentang keagamaan, padahal dalam menafsirkan keagamaan tidak hanya sebatas mengandalkan tentang konteks belaka. Namun antara teks dan konteks harus mampu di sinergikan dengan tepat.

Sedangkan khilafah mengarah terhadap cara pandang tekstual dalam memberikan sebuah tafsir tentang ke-Islaman. Sehingga paradigma khilafah terjebak dalam pemahaman secara teks dan jauh dari multi real kehidupan. Berangkat dari sinilah sebuah bangunan khilafah cenderung mengadopsi paradigma gagasan budaya dari bangsa timur tengah dalam memberikan sebuah gambaran tentang Nilai-nilai ke-Islaman.

Pasca reformasi dengan ranah paradigma ke-Islaman yang berkembang dalam pertarungan idiologi liberal barat melawan khilafah timur tengah, ternyata memunculkan sebuah gagasan dari Islam tradisional sebagai penyeimbang antara liberal dengan khilafah. Sebab Islam tradisional lebih menekankan pada aspek teks dan konteks secara sinergi dalam lingkup NIlai-nilai tentang ke-Islaman. Sehingga dalam wajah Islam tradisional merupakan sebuah bentuk penerapan masyarakat pribumi dalam menggali sebuah ajaran Islam dengan konteks budaya, agar terjadi sebuah mutualisme secara real antara teks dan konteks dalam ajaran Islam.

Islam tradisional lebih cenderung mengarah menuju sebuah gagasan dari menggali nilai luhur masyarakat pribumi sendiri dalam menggagas sebuah konsep ke-Islaman. Sebab budaya timur tengah maupun budaya dari barat sangat tidak cocok dengan kepribadian masyarakat pribumi. Karena itu dengan menggali nilai luhur dalam memunculkan sebuah nilai tentang kearifan lokal dengan di masuki ajaran Islam sebagai penyeimbang antara kehidupan profan dan sakral. Berangkat dari sinilah antara kearifan lokal dapat berjalan berdampingan dengan Nilai-nilai ajaran Islam, untuk mengkaji sebuah teks dan konteks yang saling berintegrasi.

Paradigma Islam tradisional merupakan sebuah jalan tengah dalam menerjemahkan tentang Nilai-nilai ke-Islaman, agar bangsa Indonesia di era pasca reformasi mampu menggali khazanah nusantara, agar dapat di padukan antara teks dan konteks secara tepat dalam mencapai sebuah kemaslahatan umat yang berlandaskan dari ajaran suci agama Islam. Dan Allah Memberi petunjuk kepada kebenaran, atas rahmat, keagungan, dan kemuliaan-NYA.