Jihad melawan rentenir bagian dari bentuk sebuah perjalanaan ibadah, bagaimana tidak? rentenir sangat meresahkan bagi realita kehidupan masyarakat secara luas, khususnya masyarakat pedesaan. Sehingga peran dari pemerintah sebagai pengelola negara di harapkan mampu membendung tsunami rentenir yang begitu dahsyat menerjang di berbagai sendi-sendi realita kehidupan masyarakat Nusantara.
Keberadaan rentenir tidak dapat di anggap permasalahan kecil, tetapi rentenir salah satu bencana besar yang sangat merugikan masyarakat luas, apabila keberadaan rentenir dibiarkan tumbuh berkembang pesat. Maka kerusakan di dalam kehidupan benar-benar menjadi sebuah kenyataan, apalagi rentenir sangat jelas merugikan bagi masyarakat luas, tentu pemerintah sebagai pengelola negara sudah seharusnya bertindak dengan tegas dan berani, untuk melawan segala bentuk rentenir yang sangat membahayakan bagi tatanan kehidupan pendidikan, sosial, budaya, dan ekonomi.
Peran lembaga pendidikan sebagai bentuk pengarahan yang cerdas kepada anak-anak didik, bahwa segala sesuatu yang berbentuk rentenir dengan menghasilkan uang secara riba, adalah: sebuah bentuk tindakan dari nilai-nilai yang jauh tentang makna kemanusiaan, bahkan tindakan rentenir di anggap sebagai bentuk pelanggaran dan kejahatan, tetapi peran lembaga pendidikan saat ini, ternyata masih dianggap kurang sebagai pintu gerbang, untuk menghilangkan segala bentuk rentenir yang terjadi di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat secara universal.
Begitu juga peran pemerintah sebagai pengelola negara masih sangat minim, untuk membangun sebuah ekonomi masyarakat yang handal dan kuat. Sehingga dapat membentuk masyarakat yang intens di segala aspek realita kehidupan masyarakat saat ini.
Keberadaan rentenir bagaikan gelombang tsunami menyapu sebuah daratan, bahkan rentenir lebih dahsyat dibanding dari gelombang tsunami. Karena rentenir melakukan aksi yang sangat halus dibalik nama humanisme, padahal penuh tipu daya yang menyesatkan, sungguh permasalahan rentenir tidak boleh dianggap masalah ringan,. tetapi permasalahan rentenir merupakan sebuah permasalahan yang sangat serius.
Biasanya, para rentenir memberikan pinjaman kepada si korban sebanyak Rp 1.000.000. dan didalam jangka sebulan menjadi Rp. 1.200.000 atau menjadi Rp. 1.100.00, berarti sama dengan para rentenir setiap satu bulannya menghasilkan uang sekitar 10 persen atau 20 persen. Sungguh tindakan rentenir ini sangat membahayakan bagi kelangsungan masa depan masyarakat luas.
Sedangkan rentenir bank titel cara kerjanya di saat mencari si korban, melalui pola menggunakan cara pendekatan yang sangat sederhana, ketika ada seseorang yang membutuhkan uang, maka rentenir bank titel mendekati dengan cara memberikan sebuah pinjaman, tetapi pinjaman itu berbunga yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, dan biasanya orang yang sudah terjerat rentenir bank titel, sangatlah sulit untuk keluar dari permasalahan meminjam uang dari rentenir bank titel tersebut.
Salah satu contoh: bentuk rentenir bank titel saat melakukan sebuah aksi dengan cara riba, biasanya rentenir bank titel melakukan sebuah aksi memberikan pinjaman uang kepada si korban sebesar Rp 100 ribu, dipotong Rp 15 ribu untuk biaya administrasi. Ia harus mengangsur sebesar Rp 13 ribu setiap minggu untuk jangka waktu pelunasan selama 10 minggu. Dari sinilah terlihat rentenir bank titel meraup sebuah keuntungan selama 10 minggu sebesar 45 ribu. Sungguh ini merupakan sebuah aksi kezaliman yang dilakukan rentenir bank titel, bahkan lebih jauh lagi tindakan rentenir bank titel di saat korban tidak mampu membayar pinjaman, maka rentenir bank titel malah membuat siasat penuh tipu daya, untuk mengajak rentenir bank titel lainnya, supaya meminjamkan uang kepada si korban. Sehingga mau tidak mau, si korban meminjam sejumlah uang kembali kepada rentenir bank titel yang baru, sebagai bentuk si korban mengambil jalan sebuah inisiatif solusi, padahal itu bukan inisiatif solusi yang tepat, tetapi malah menjerat si korban lebih jauh lagi masuk dalam jurang rentenir bank titel.
Dengan melihat pola aksi para rentenir saat mendapatkan sebuah keuntungan, semua tak lepas dari sebuah kesepakatan antara si korban dan para rentenir, tetapi sebenarnya sebuah bentuk kesepakatan yang penuh dengan tipu daya. Jadi selama satu bulan atau sepuluh minggu, bisa juga lebih atau kurang dari data di atas, bahwa hasil dari tindakan para rentenir bisa kurang atau lebih nominalnya saat melakukan aksi nganakke duwet.
Rentenir kalau di dalam bahasa jawa di sebut dengan istilah: "wong seng nganakke duwet". Karena para rentenir dengan bermodalkan uang semisal 100 ribu, dan ternyata di dalam jangka waktu satu bulan uang itu berjumlah menjadi 120 ribu. Inilah yang dikatakan para gerombolan rentenir yang mencari nafkah dengan membungakan uang.
Unik!, itulah bahasa yang tepat di saat melihat ada uang yang bisa beranak, soalnya dahulu kala sering ada anak kecil bertanya, apakah ada uang yang bisa beranak? ternyata jawabannya ada, yaitu: uang para rentenir.
Sungguh ironis!, itulah bahasa yang tepat, untuk disematkan buat para rentenir, dia kaya uang dengan harta yang berlimpah, tetapi hati nurani begitu miskinnya, padahal sebagai manusia sejatinya di beri amanah, untuk saling berbagi antar sesama, tetapi dia malah menindas orang yang lemah dan orang yang butuh bantuan.
Gelombang tsunami rentenir tidak boleh dibiarkan meluas seantero Nusantara, maka sudah saatnya para aparatur negara yang diberi amanah, untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, supaya menjadi lebih baik dan bermartabat, maka tidak ada kata lain, secepat mungkin para aparatur negara menghentikan segala bentuk rentenir di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat luas, khususnya masyarakat pedesaan yang dilanda gelombang tsunami rentenir di dalam kehidupannya.
Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada para aparatur negara, untuk terus berjihad melawan segala bentuk rentenir, supaya bangsa Indonesia dari pedesaan sampai perkotaan menjadi adil, makmur, sentosa, damai, dan sejahtera, Amin......