Sunday, 14 November 2010

Masyarakat Tradisional Menjawab Liberal Dari Barat

by: Khoirul Taqwim

Keberadaan masyarakat tradisional kian hari menjadi bahan penghakiman sekelompok yang mengatas namakan diri sebagai paham liberal yang berdalih bahwa yang menjadi penghambat kemajuan masyarakat adalah sifat-sifat yang tidak rasional yang di arahkan pada paham yang tidak sesuai dengan pola pikir mereka yang menganggap segala sesuatu harus di logiskan dengan ide-ide mereka yang cenderung barang impor yang di paksakan.

Sebenarnya kalau berangkat atas nama keadilan bisa saja pandangan itu dapat di terima, tetapi kenyataannya ide liberal yang ada saat ini lebih cenderung mengarah penyudutan terhadap masyarakat tradisional yang dianggap klenik dan tidak masuk akal, padahal kalau kita mau menghormati perbedaan pandangan tradisi sebagai bentuk bagian dari keberagaman yang harus di tempatkan dalam posisi kesamaan, bukan malah penghakiman yang menganggap tradisi masyarakat yang jauh dari rasionalitas barat dianggap menyimpang dari kebenaran akal.

Pembenaran diri tanpa melihat sesuatu yang mengakar tentu akan menyebabkan pola pemikiran yang cenderung parsial, sehingga tidak dapat mencari solusi secara bijak dalam mengambil suatu kesimpulan dan dapat dipastikan yang ada hanya bentuk penghujatan dengan menganggap segala yang ada tidak sesuai dengan rasionalitas , maka akan dianggap konservatif dan kaku.

Kondisi tersebut di anggap keadaan yang harus di luruskan, tetapi tidak melihat itu bagian dari eksistensi keberagaman yang dibangun atas dasar keyakinan suatu golongan masyarakat tertentu yang wajib di hormati keberadaannya.

Sebenarnya telah lama masyarakat tradisional di bungkam dengan Ilmu barat yang cenderung mengarah penghakiman terhadap masyarakat pribumi, bahkan mereka menghakimi sepihak terhadap masyarakat tradisionalis dengan anggapan bahwa masyarakat tradisionalis mempunyai paradigma pemikiran yang konservatif (tertutup), punya pola pandangan yang sempit dan lain sebagainya. padahal mereka lupa bahwa masyarakat tradisionalis lebih mengedepankan kearifan lokal dengan bentuk tepa selira (tenggang rasa) yang diambil dari masyarakat jawa bukan mengambil liberal dan sejenisnya yang cenderung sebagai alat untuk menyudutkan masyarakat pribumi.

Saat ini yang menjadi pertanyaan terbesar adalah kenapa para pemikir barat dan antek-anteknya mempunyai pandangan seperti itu tanpa melihat keakar permasalahan dalam menyikapi masyarakat tradisional yang ada, tidak lain dan tidak bukan mereka mempunyai kepentingan yang terselubung yaitu sumber daya alam itulah incaran mereka dalam menggalakkan ide-ide liberal yang dipaksakan tanpa melihat kondisi masyarakat sebenarnya.

Para pemikir rasional liberal yang seolah-olah sebagai juru penyelamat, padahal itu adalah tipu daya dari bangsa barat dengan mengirim duta-duta pelajar (para peneliti) untuk memperdaya para mahasiswa dengan mengajak kebingkai paradigma pemikirannya yang seolah-olah maju dengan liberal dan sejenisnya, itu adalah kesalahan besar sebab sesungguhnya mereka ingin membuka masyarakat tradisional agar terbuka dan mudah mengeksploitasi sumber daya alam dan akan menjadikan sebagai tempat pembuangan akhir pemikiran barat yang di negaranya sendiri tidak digunakan.

Keberadaan paradigma tradisionalis sebagai bentuk jawaban untuk para pemikir liberal yang katanya sebagai juru penyelamat, tetapi kenyataannya cenderung menghakimi masyarakat pribumi itu sendiri, dengan bahasa menyudutkan jika tidak sesuai dengan rasional para pengusung liberalisme.

Dari tulisan di atas dapat di kerucut dengan kesimpulan bahwa jalan membentuk kebebasan yang di bangun dengan merusak keyakinan masyarakat tradisional melalui pembenaran diri (pencucian otak) atas nama kebebasan ala liberal yang jelas-jelas dari bangsa barat dan sekutunya merupakan proses imperialisme gaya baru yang di bangun atas dasar idiologi mereka yang dipaksakan dengan cara penghakiman eksistensi kearifan lokal yang ada saat ini.