Sunday, 27 September 2015

Agama Mengkritisi Rasio


By: Khoirul Taqwim


Penulis sering sekali mendengar tentang rasio mengkritisi agama, bagi kelompok yang setuju dengan rasio tentunya itu dianggap sebagai pencerahan. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apakah benar rasio membawa pencerahan?...pertanyaan itulah yang menjadi bola liar untuk di diskusikan, sebab melalui pengamatan penulis kalau kita memahami agama hanya sebatas menggunakan rasio, kemungkinan besar belum lengkap dalam memahaminya.

Berangkat dari pengamatan di atas penulis mencoba memainkan bahasa dengan cara membalikkan, sehingga menjadi bahasa agama mengkritisi rasio, penulis mengangkat judul itu agar terjadi keseimbangan dalam mengamati persoalan, sebab kalau menegasikan keberadaan jiwa tentunya hasil dari pengamatan akan kurang tepat dalam menyikapi suatu permasalahan. Sebenarnya penulis dulu juga salah satu pengagum rasionalitas, tetapi kalau berpikir ulang ternyata terlalu dangkal kalau hanya memahami agama sebatas menggunakan rasio, karena disitu ada jiwa yang harus di ajak urun rembug (musyawarah) dalam memahami suatu persoalan.

Mengamati keberadaan agama akhir-akhir ini sering sekali mendengar agama menjadi kepentingan rasio yang di paksakan, dengan mulai yang paling sederhana sampai yang sulit di analisa kemana arah pembicaraan mengenai alur agama, bahkan yang terjadi cenderung dialog yang mengarah debat kusir (diskusi yang tidak ada ujung) antara satu sama lain dalam mempertahankan argumen yang di anggap sebuah kebenaran.

Sebagian manusia ada yang begitu kuat tentang ke ingin tahuannya yang mendalam mengenai agama, maka mereka ada yang mencari lewat rasionalitas yang dianggap akan menemukan sosok apa yang menjadi mimpi mereka tentang pengetahuan agama tersebut, maka mulailah mengkritik destruktif tentang ayat-ayat suci yang dianggap sebagai dongeng belaka, bahkan nabi adam sebagai orang pertama di dunia dianggap sesuatu kejadian yang belum pasti.

Sebenarnya kalau bicara masalah kritik agama sudah begitu lama otak manusia mengkritik agama secara habis-habisan, sebagian ada yang mengatakan bahwa agama adalah sebuah evolusi dari animisme dan dinamisme, sehingga muncullah agama-agama wahyu yang di anut sebagian besar umat manusia.

Sejarah menunjukkan bahwa sejak dulu kala ada sebagian manusia yang mendeklarasikan diri sebagai paham atheis, karena mereka menganggap bahwa agama tidak dapat menampung apa yang ada dalam rasio yang di pahaminya, sehingga muncul berbagai slogan diantaranya: agama itu sudah mati dan juga ada yang mengatakan agama itu candu, peristiwa itu sungguh memprihatinkan bagi jiwa-jiwa yang sudah meyakini kebenaran agama secara mutlak.

Masyarakat rasional atheis inilah yang nantinya menyerang dan menyudutkan keberadaan agama dengan sesuka otaknya, melihat dari situ dapat di tebak yang ada hanya gudang rasio dalam mencaci agama secara nalar destruktif. karena semua tidak lepas berdasarkan kepentingan rasio dari segelintir orang yang mengatakan diri masih dalam tahap pencarian, sebenarnya sebuah keyakinan kalau tidak di publikasikan secara terbuka yang bersifat menghujat satu sama lain, maka tidak akan menjadi persoalan publik. apabila atas dasar tepa selira (tenggang rasa) yang di angkat sebagai substansinya, tetapi dengan mengatasnamakan liberal (kebebasan) berpendapat seluas-luasnya tanpa menghargai keberadaan pemeluk agama lain, keadaan itulah nanti menjadi benih yang tumbuh dan terus berkembang menjadi sebuah konflk benturan keyakinan.

Kalau melihat dari sudut pandang kerusakan alam saat ini lebih cenderung diakibatkan rasional buta yang mengarah segala sesuatu di halalkan dari situlah kerusakan sebenarnya dalam kehidupan masyarakat, seperti terjadinya perang nuklir, pencemaran udara dan masih banyak lagi yang dihasilkan rasio dalam menciptakan sebuah kerusakan, sehingga penulis sangat menyadari apa yang dimiliki rasio ternyata punya keterbatasan yang begitu besar.

Maksud dari tulisan di atas bahwa segala sesuatu punya habitat sendiri-sendiri, kalau rasio bisa memahami ilmu pengetahuan dan sejenisnya, namun ternyata rasio juga tidak mampu memahami segala di luar alamnya, seperti memahami kehidupan setelah kematian secara tuntas.

Tulisan di atas bukan bermaksud merendahkan rasionalitas, tetapi agar kita selalu sadar bahwa rasio manusia penuh dengan keterbatasan dalam memahami misteri-misteri alam dan misteri yang ada dalam diri kita sendiri, sehingga segala sesuatu di kembalikan pada alam masing-masing dalam memahami segala persoalan yang ada, agar tidak terjadi penghakiman dan merasa bahwa rasio adalah segala-galanya, sebab semua ternyata punya alam masing-masing dalam memahami banyak hal.

Saturday, 26 September 2015

Irama Jiwa


By: Khoirul Taqwim

Nada jiwa berdetak kencang
Saat irama mengalun nyaring sepanjang dinding
Indah terasa dalam benak setiap hasrat
Sampai terbawa nada merdu yang kian merasa

Irama jiwa dalam dada
Menggapai panorama alam raya
Terlihat melambai bah ombak di samudra
Memanggil hayalan yang kian menggema
Bersama kilatan datang sebuah irama
Bercampur tentang kisah lautan arwah

Irama jiwa adalah nyata
Terasa mulai menggema sepanjang aura
Saat diri tak tahan aroma rasa

Irama jiwa adalah bait
Bikin daku melayang ke ranah hilang
Sampai tak ketemu irama sudah

Kiyamat Punagi Gusti Kang Wenang


Dening: Khoirul Taqwim

Dinten Jemunten kelabu
Manusia mboten kinten mboten nyana
Kiyamat kasinggihan wonten
mlajeng titih langgang satebih soca melangkah
redi berterbangan teng udara
samodra tumpah ruah teng jagat raya
Meteor ndhawahan mboten kinten
surya ndadugan teng angkasa
Hancur sampun sedaya mboten tirah
Dahsyat menggema kiyamat tiba
kasinggihan nggerah ewah membuta raos

Kiyamat tiba
Firman ugi sabda
punagi Gusti Kang wenang pasti wonten

Menggali Al-Qur'an: Mushaf Ali Bin Abi Thalib dan Mushaf Utsmani


By: Khoirul Taqwim

Keberadaan Mushaf Utsmani yang menjadi bacaan dan hafalan bagi para pengkaji Al-Qur'an di berbagai wilayah dunia menjadikan ruh dari sumber segala sumber ajaran agama Islam, tetapi untuk keberlangsungan umat dalam menambah kekayaan umat Islam, ternyata membutuhkan kajian kembali tentang Mushaf Ali Bin Abi Thalib yang lama terpendam dalam sejarah, untuk di kaji kembali dan dikomparasikan dengan Mushaf Utsmani, supaya kekayaan Mushaf Al-Qur'an semakin kaya dalam kajian khazanah ke-Islaman.

Perbedaan umat Islam dalam pemahaman dan penulisan mushaf Al-Qur'an sejak zaman sahabat sampai saat ini, ternyata memperkaya kekayaan khazanah intelektual Islam, bahkan perbedaan cara penulisan Mushaf Al-Qur'an sejak zaman kenabian sudah berlangsung. Berangkat dari sinilah, bahwa penulisan Mushaf Al-Qur'an memang mengalami perbedaan sejak zaman dahulu sampai saat ini. Sehingga perbedaan itu menambah kekayaan umat di dalam mengkaji nilai-nilai ke-Islaman.

Ketika kita mencoba menggali tentang Mushaf Ali Bin Abi Thalib dan menggali Mushaf Utsmani, tentunya terlintas di dalam pikiran kita, untuk mengkomparasikan kedua Mushaf Al-Qur'an yang populer dikalangan umat Islam, khususnya bagi para penggali Mushaf Al-Qur'an di dalam mencari sebuah kebenaran antara pemahaman dan pemikiran Mushaf Ali Bin Abi Thalib dengan Mushaf Utsmani.

Dengan melihat kedua Mushaf Al-Qur'an antara Ali Bin Abi Thalib dengan Mushaf Utsmani, mari kita pahami mushaf tersebut, melalui kajian dibawah ini:

Mushaf Ali bin Abi Thalib memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh mushaf lainnya. Karakter khusus mushaf Ali Bin Abi Thalib adalah: ayat dan surat tersusun rapi sesuai dengan urutan turunnya. Berangkat dari sinilah ayat-ayat makkiyah diletakkan sebelum ayat-ayat madaniyah, ayat-ayat yang turun masa awal diletakkan lebih dahulu dari pada ayat-ayat yang turun belakangan.

Dari uraian diatas dapat dikatakan, bahwa Mushaf Ali Bin Abi Thalib proses pengumpulan Mushaf Al-Qur’an berdasarkan “urutan turunnya” (tartib nuzul). Maka tidak jarang Mushaf Ali Bin Abi Thalib di dalam dunia tulis dikatakan lebih mendekati kebenaran wahyu Ilahi dibanding Mushaf lainnya. Mengingat Mushaf Ali Bin Abi Thalib di tulis secara runut di banding Mushaf Usmani dan lain sebagainya.

Sedangkan Ciri-ciri mushaf Utsmani adalah: Susunannya seperti yang banyak beredar saat ini, hanya ada perbedaan sedikit dengan beberapa mushaf sahabat dalam susunan atau urutan surat. Misalnya jika mushaf sahabat lainnya meletakkan Surat Yunus masuk dalam tujuh surat besar dan di urutuan ke-7.

Berangkat dari uraian diatas tidak jarang yang mengatakan, bahwa Mushaf Utsmani hasil dari ijtihad para sahabat dalam pemaham tentang dunia tulis wahyu Ilahi.

Mushaf Ali Bin Abi Thalib dengan Mushaf Utsmani menjadikan kedua Mushaf sebagai kekayaan umat Islam, untuk terus digali sebagai kekayaan Ilmu Pengetahuan bagi umat Islam, sekaligus menjadi bahan rujukan dalam mengembangkan kekayaan Ilmu pengetahuam Islam.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan nikmat kepada para penggali Mushaf Usmani dan Mushaf Ali Bin Abi Thalib, Amin............

Friday, 25 September 2015

Mantra Cinta


By: Khoirul Taqwim

Daku terpanah tepat di jantung
Berdarah air cinta basahi segenap raga
Menoreh kepiluan asrmara yang kian melanda

Bin salabin
Mantra cinta bersenandung
Dengan jompa-jampi menegur rasa batin
Kian rapuh di telan alunan nada fatamorgana

Bin salabin
Komat-kamit mulut ini
Menghias setiap langkah jiwa yang kian hampa

Bin salabin
Dapatkan jantung hatinya
Kan kurengkuh dinda dalam pelukan bulan

Bin salabin
Bergetarlah jiwa masuk separuh sukma
Menghantar kelayang-layang asmara cinta

Bin salabin
Bahasa mantra cinta yang kian jauh dari sebuah makna